Majalah Environment

Majalah Environment
Marissa Haque Meneliti Illegal Logging di Prov. Riau, 2006-2009

Diduga Truk Pengangkut Illegal Logs: Marissa Haque

Diduga Truk Pengangkut Illegal Logs: Marissa Haque
Tertangkap Kameraku Saat Riset di Sumatra -- RIau & Jambi

Jarahan Kayu Ilegal

Jarahan Kayu Ilegal
Illegal Logging Tangkapan Polri

Pelaku Intelektual Illegal Logging Prov Riau

Pelaku Intelektual Illegal Logging Prov Riau
Pelaku Intelektual Illegal Logging di Provinsi Riau Rusli Zainal Alumni IPB Alhamdulillah Telah Ditahan KPK

Pemberantasan Illegal Logging

Pemberantasan Illegal Logging
Logs Illegal & Procedural Fairness di Provinsi Riau, Sumatra

FORUM PREVILEGIATUM untuk MEMBERANTAS ILLEGAL LOGGING dan MAFIA HUKUM IJAZAH ASPAL GUBERNUR BANTEN

Hanya FORUM PREVILEGIATUM atau IZIN diskresionair Presiden SBY yang mampu menyelesaikannya secara hukum murni tanpa pertimbangan politik sesaat belaka! Urusan membongkar jaringan pelaku Illegal Logging dan urusan membongkar jaringan ijazah aspal (asli tapi palsu) sama pelik dan berbahaya.




[GoSpot] Marissa Haque geram laporannya dihentikan penyidikannya. 17/12/2008


Video recording dari acara Go Spot di RCTI tersebut diatas, adalah salah satu jihad hukumku didalam melawan (dugaan) delik pidana Ijazah ASPAL (Asli tapi Palsu) Ratu Atut Chosiyah, SE dari Universitas Bororbudur Kalimalang, Jakarta Timur.

Kamis, 20 Juni 2013

FORUM PREVILEGIATUM Terimakasih KPK Tercinta: Ruzli Zainal Pelaku Intelektual Illegal Logging Provinisi Riau

SUJUD SYUKURKU

Alhamdulillah penelitianku tidak sia-saia Ya Allah...
Pencopotan Gubernur Ruzli Zainal Tinggal Tunggu Registrasi - Tribunnews.com http://www.tribunnews.com/2013/06/20/pencopotan-gubernur-ruzli-zainal-tinggal-tunggu-registrasi via @tribunnews

Gubernur Riau, Rusli Zainal, menggunakan baju tahanan usai menjalani pemeriksaan selama tujuh jam di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2013). KPK resmi menahan Rusli Zainal terkait kasus dugaan suap PON Riau serta kasus dugaan korupsi pemberian izin pengelolaan Hutan di Pelalawan, Riau. (Warta Kota/Henry Lopulalan) 



Tribunnews.com, Jakarta — Tersangka kasus dugaan korupsi PON Riau, Rusli Zainal, akan segera dicopot dari jabatannya sebagai Gubernur Riau pekan depan. Pencopotan Rusli saat ini masih menunggu surat registrasi yang mencantumkan status Rusli sudah menjadi terdakwa.

"Kalau sudah berhalangan permanen maka akan kita nonaktifkan. Mudah-mudahan seminggu lagi sudah keluar nomor registrasinya," ujar Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di Kompleks Parlemen, Rabu (19/6/2013).

Saat ini, Rusli masih menjabat sebagai Gubernur Riau. Dia juga adalah Ketua DPP Partai Golkar Bidang Hubungan Eksekutif dan Yudikatif. Rusli ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seusai diperiksa selama enam jam lebih pada Jumat (14/6/2013). Selama ditahan oleh KPK, tugas pemerintahan yang diemban Rusli dilakukan oleh wakilnya.

"Sudah ada aturan kalau gubernur berhalangan, maka wakil melakukan tugas. Ini kan dianggap halangan sementara, maka dijalankan oleh wakilnya," kata Gamawan.

Adapun Rusli ditahan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan kayu-hutan tanaman industri tahun 2001-2006 di Kabupaten Siak dan Pelalawan, Riau. Selain tersangka dalam kasus izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan kayu-hutan tanaman industri (IUPHHTI) itu, Rusli juga ditetapkan sebagai tersangka penerima dan pemberi suap terkait pembangunan arena PON Riau.

Dalam kasus dugaan korupsi pemberian IUPHHTI di Siak dan Pelalawan ini, KPK menyangka Rusli melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal yang disangkakan ini merupakan pasal penyalahgunaan wewenang selaku penyelenggara negara.

FORUM PREVILEGIATUM Terimakasih KPK Tercinta: Ruzli Zainal Pelaku Intelektual Illegal Logging Provinisi Riau

Kamis, 17 Januari 2013

Hari Ini Saya Masih Diserang oleh Dee Kartika Djoemadi (Diduga Penjahat Cyber): Mohon Dibaca oleh Dr. Arif Satria, Anis Baswedan, PhD, Prima Gandhi (HMI), Alvin Adam (Just Alvin), Addie MS dan Memes

Berikut bahan untuk Alvin Adam cs di Metro TV untuk Acara "Just Alvin."




Sampai detik ini tertanggal 7 Februari 2012, saya yang bernama Marissa Grace Haque Fawzi masih merasakan serangan cyber-bully dari yang diduga bernama Dee Kartika Djoemadi. Saya sedang berpikir keras "harus diapakan" orang yang bersangkutan tersebut agar berdampak jera. Karena sejujurnya saya dan keluarga merasa sangat terganggu! Allahu Akbar...


Untuk mengetahui siapa yang bersangkutan pelaku teror cyber tersebut (diduga bernama Dee Kartika Djuoemadi) dan kualitas manusia seperti apa dirinya itu, alangkah baiknya kita semua pelajari informasi dari seorang sahabat bernama Mas Sony Kusumasondjaja FORUM KAHMI di DIKTI, sebagai berikut di bawah ini:


Sent: Tuesday, January 17, 2012 7:47 PM
Subject: tentang kartika dee

Assalamualaikum wr.wb.
Dear rekan-rekan Diktiers,

Mungkin sebagian rekan Diktiers sempat mendengar adanya konflik yang melibatkan artis lawas yang saat ini masuk ke dunia politik - Marissa Haque. Konflik yang sedang hangat muncul di tayangan infotainment Indonesia tersebut memang bersumber pada Marissa Haque sedang terlibat perang di media Twitter dengan musisi senior, Addie MS - beserta istrinya, Memes, dan putranya, Kevin Aprilio. Namun, mungkin tidak banyak yang paham, bahwa konflik tersebut bermula dari ketersinggungan Marissa Haque yang dituding oleh seseorang di media Twitter juga. Tuduhan tersebut mengatakan bahwa disertasi Marissa Haque di Program S3 IPB sebenarnya tidak layak diluluskan karena dibuatkan orang lain. Nah, masalah menjadi berkembang ke mana-mana bahkan sampai melebar ke konflik pribadi antara Marissa Haque dengan keluarga Addie MS.

Bagi yang ingin memahami kronologis kisahnya, silakan mengunjungi/membaca notes yang saya tulis di Facebook saya yang berjudul "Sebuah Catatan tentang Perang Kamseupay".

Nah, di sini saya tidak akan mengupas masalah kehidupan selebritis kita yang memang seringkali tidak bisa masuk dalam nalar saya. Saya ingin menyoroti soal tuduhan kepada Marissa Haque tentang disertasinya; lebih tepatnya menyoroti tentang "siapa sebenarnya yang melontarkan tuduhan tersebut".

Tuduhan tersebut dilontarkan oleh seseorang bernama Dyah Kartika Rini Djoemadi. Siapa beliau..? Beliau adalah aktivis di berbagai organisasi profesi, termasuk DPP HIPMI dan KADIN Indonesia. Beliau juga (pernah) aktif di Partai Amanat Nasional dan pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Komunikasi Kreatif PP PAN pada sekitar 2007. Beliau memiliki perusahaan konsultan kebijakan publik bernama SpinDoctor Indonesia. Dan beliau juga (pernah) menjabat sebagai senior fellows/experts di Paramadina Public Policy Institute, serta sebagai Dosen Pascasarjana di perguruan tinggi di Jakarta, termasuk di Universitas Indonesia.

Yang menjadi persoalan adalah bahwa Ibu Dyah Kartika Rini Djoemadi - atau biasa dipanggil Kartika Djoemadi atau Dee Dee Kartika - dalam berbagai kesempatan menyebut dirinya sebagai lulusan PhD di bidang Ekonomi Makro dari Universiteit van Amsterdam, Belanda


Hal ini bisa teman-teman baca dan lihat sendiri dalam print-out berbagai situs di Internet yang saya rangkum dan saya attach di postingan ini. Pengakuan sebagai lulusan PhD dari Amsterdam ini cukup aneh, karena pada April 2007, beliau masih menyebut dirinya sedang “menyelesaikan Program Doktoral di bidang Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia” (lihat attachment “Dee Kartika di Media Massa4”), dan pada Februari 2009, beliau juga menyatakan “masih menyelesaikan disertasi di S3 Komunikasi UI” (lihat attachment “Dee Kartika di Media Massa5”). 


Namun, pada bulan September 2011, di website Paramadina Public Policy Institute, pada halaman profil Senior Fellows/Experts di Institut tersebut, beliau menyebut diri sebagai PhD in Macro Economic from University van Amsterdam, the Netherland (lihat attachment “profil Paramadina Public Policy Institute (lama)”). Lalu, dalam berbagai profil beliau – mulai dari situs LinkedIn, MySpace, profil pendiri (founder) di website perusahaan SpinDoctors, profil Board of Director di website perusahaan SpinDoctors, dan lain-lain, beliau selalu menyebut diri sebagai PhD di bidang Ekonomi Makro dari Universiteit van Amsterdam. Semua informasi yang menjadi bukti-bukti statement ini sudah saya lampirkan dalam attachment.

Nah, pada tanggal 2 Januari 2012, seorang rekan PhD student yang sedang menempuh studi di Leiden University bernama Buni Yani menanyakan kepada beliau melalui email, apakah benar beliau lulusan PhD dari Universiteit van Amsterdam. Dan beliau mengiyakan. Setelah menanyakan kebenaran hal ini kepada pihak Universiteit van Amsterdam, ternyata pihak Universiteit van Amsterdam memberikan klarifikasi melalui email (lihat attachment “Klarifikasi Universiteit van Amsterdam”) bahwa tidak pernah ada student bernama Dyah Kartika Rini Djoemadi terdaftar di Universiteit van Amsterdam

Bahkan, di website School of Economics Universiteit van Amsterdam (http://ase.uva.nl/aseresearch/object.cfm/objectid=DA8E9304-C6EB-4172-AD771508C05A11DB) yang menampilkan daftar nama lulusan PhD yang berhasil mempertahankan disertasinya di bidang Ekonomi Makro di universitas tersebut sejak tahun 2005 sampai dengan 2011, tidak tercatat nama Dyah Kartika Rini Djoemadi. Informasi dari rekan Aprina Murwanti (University of Wollongong, Australia), DIKTI juga tidak pernah mencatat penyetaraan ijazah luar negeri dari Belanda – dalam bidang ilmu apapun – atas nama Dyah Kartika Rini Djoemadi, (silakan lihat http://ijazahln.dikti.go.id/v4/detail_negaraptr.php?kodept=604017&page=1 ).

Pertanyaan yang mengusik benak saya adalah:

SATU
Apabila beliau menyelesaikan Master di Komunikasi UI pada tahun 2002 dan pada April 2007 serta Februari 2009 mengaku masih menyelesaikan program Doktoral di Komunikasi UI, lalu bagaimana bisa beliau mencantumkan gelar PhD bidang Ekonomi Makro dari Universiteit van Amsterdam pada tahun 2011? Setahu saya, program Doktoral di Belanda tidak bisa diselesaikan dalam waktu 2 tahun saja. Jadi, bagaimana mungkin..? 

DUA
Apabila nama beliau tidak terdaftar di database Universiteit van Amsterdam, tidak tercatat sebagai lulusan di School of Economics, Universiteit van Amsterdam, dan tidak tercatat dalam daftar lulusan luar negeri yang menyetarakan ijazahnya di Dikti, lalu bagaimana bisa beliau mencantumkan gelar PhD bidang Ekonomi Makro, Universiteit van Amsterdam dalam berbagai kesempatan dan pada berbagai media..? 

TIGA
Kalau memang beliau menempuh studi di Program Doktoral Komunikasi UI, bagaimana mungkin beliau mendapatkan gelar PhD..? Bukankah UI memberikan gelar DR – dan bukan PhD – kepada lulusan S3-nya..? Kalaupun beliau lulusan dari S3-UI, bagaimana mungkin, nama beliau di berbagai media selalu disebut sebagai lulusan PhD dari Universiteit van Amsterdam..? 

EMPAT
Kalau memang beliau adalah lulusan PhD dari Universiteit van Amsterdam sebagaimana yang beliau akui, lalu mengapa saat ini, beliau menghapus semua keterangan tentang riwayat pendidikan beliau di berbagai situs yang menampilkan profil atau CV beliau..? Dulu di situs LinkedIn, MySpace, profil Kompasiana, profil di perusahaan beliau, beliau selalu menyatakan diri sebagai lulusan PhD bidang Ekonomi Makro, Universiteit van Amsterdam. Record ini masih bisa dilacak di search engine Google sampai hari ini – dan sebagian besar sudah saya scan dan saya lampirkan dalam email ini. Namun, kalau kita membuka situsnya (tidak dari Google), keterangan bahwa beliau adalah lulusan PhD dari Amsterdam sudah dihapuskan. Apa yang sebenarnya terjadi..?

LIMA
Upaya konfirmasi kepada beliau sudah dilakukan oleh banyak pihak. Melalui media Twitter (yang seringkali digunakan oleh beliau), banyak pihak – termasuk Pak Buni Yani di Leiden University, saya, Ibu Aprina Murwanti (University of Wollongong), pak Agung Tri Setyarso (Jepang), dan lain-lain – meminta kepada beliau untuk menyebutkan (1) judul disertasi/penelitian PhD beliau, (2) nama supervisor PhD beliau, dan (3) tanggal defense sidang PhD di Universiteit van Amsterdam, namun tidak pernah dijawab dan tidak pernah direspon. Padahal, kalau memang (misalnya) terjadi kesalahan dalam system database di Universiteit van Amsterdam yang menyebabkan nama beliau tidak tercatat sebagai student maupun sebagai lulusan – informasi tentang judul penelitian dan nama supervisor serta tanggal defense itu bisa digunakan tidak hanya untuk mengkonfirmasi gelar PhD beliau, tapi juga untuk menyampaikan terjadinya kesalahan pencatatan dalam database universitas sekelas Universiteit van Amsterdam. Konfirmasi juga bisa dilakukan langsung kepada supervisor beliau, bukan..? Komputer dan database bisa saja mengalami error, tapi semestinya supervisor beliau akan masih mengingat beliau sebagai salah satu mahasiswa bimbingan PhD-nya. Sayang sekali, beliau tidak bersedia menyebutkan tiga informasi yang kami tanyakan di atas. 

Proses korespondensi antara rekan Buni Yani dan Kartika Djoemadi – di awal-awal munculnya “pertanyaan” tentang benar tidaknya gelar PhD tersebut, bisa dilihat di attachment “Korespondensi Email Dee Kartika”.

Dengan rentetan kejadian ini, mau tidak mau, wajar saja jika muncul kecurigaan saya bahwa telah terjadi kecurangan atau mungkin kejahatan akademis – menggunakan gelar akademis tanpa hak. Saya sebagai seorang insan akademik merasa sangat terusik dengan hal ini. Yang membuat saya jadi gelisah adalah bahwa ada seseorang yang aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan, aktif di Partai Politik, dan aktif pula menjadi tenaga pengajar dan peneliti yang menggunakan gelar PhD tersebut tanpa hak. Dan, sayangnya, beberapa orang yang mengetahui kasus ini memilih untuk berdiam diri – ada yang beralasan “tidak mau mengorek-ngorek aib orang”, ada yang beralasan “demi persahabatan”, dan lain-lain.

Saya juga tidak paham, bagaimana Kemendiknas atau Dikti/Ditnaga atau Universitas Indonesia atau Universitas Paramadina atau lembaganya Paramadina Public Policy Institute akan merespon dugaan pemalsuan gelar ini.

Masa sih, mereka tidak tahu keributan yang terjadi di media Twitter selama hampir dua minggu ini..? Ataukah ini memang bukanlah kejahatan akademik sebagaimana yang saya kira selama ini..? Apakah memang benar, bahwa seseorang boleh saja dan sah-sah saja menyematkan atribut PhD (tanpa harus benar-benar memperolehnya secara sah) - lalu menggunakan atribut itu untuk tampil sebagai pembicara, sebagai peneliti di sebuah lembaga riset, sebagai dosen, dll..? Saya hanya berpikir, kalau kejadian seperti ini kita diamkan selamanya, niscaya hal seperti ini akan menjadi sesuatu hal yang lumrah terjadi di Indonesia. Betapa mengerikannya apabila hal itu betul-betul membudaya di dunia pendidikan Indonesia.

Di sini, saya tidak bermaksud untuk mengorek-ngorek aib yang bersangkutan. Saya juga tidak berminat untuk jadi pahlawan kesiangan. Saya tidak kenal beliau secara personal, dan saya juga tidak kenal Marissa Haque yang sempat menjadi “musuh online” beliau. Posting ini saya tujukan di milis ini (1) sebagai bentuk keprihatinan saya akan kejadian yang sangat menyedihkan ini, (2) sebagai upaya “perlawanan” atas kejahatan akademis yang mungkin telah terjadi tapi tidak terlalu diperhatikan, dan (3) sebagai upaya permintaan tolong seandainya rekan-rekan Diktiers semua memiliki pandangan atau ide tentang apa yang sebaiknya dilakukan untuk menghadapi masalah ini.

Demikian informasi ini saya sampaikan, semoga bermanfaat, dan menggugah kita semua untuk berbuat sesuatu. Maaf apabila ada rekan-rekan yang kurang berkenan dengan posting ini. Maaf juga karena saya terpaksa melampirkan attachment yang ukurannya sangat besar. Mohon dimaklumi, karena meskipun isinya adalah file yang saya cetak dari Internet, sebagian besar file tersebut sudah susah untuk diakses (ada yang sudah dihapus, dll), terutama kalau kita tidak terlalu menguasai trik-trik pencarian menggunakan search engine.

Terima kasih
Wassalaumalaikum wr.wb.

SONY KUSUMASONDJAJA  
@KusumasondjajaS 
An academic with high passion in research-based activities in online consumer behaviour & social media in the context of tourism and services
Perth; Australia














Hari Ini Saya Masih Diserang oleh Dee Kartika Djoemadi (Diduga Penjahat Cyber): 
Mohon Dibaca oleh Dr. Arif Satria, Anis Baswedan, PhD, Prima Gandhi (HMI), Alvin Adam (Just Alvin), Addie MS dan Memes

Kamis, 10 Januari 2013

Can Law Safe the Forest (S.R Hirakuri): dalam Dr.Hj. Marissa Haque Ikang Fawzi

Ditengah badai mengamuk tadi tiba-tiba buku Sofia Hirakuri jatuh dari rak bukuku. Rupanya' alam' sdg menyampaikan pesannya... Subhanallah...

Can Law Safe the Forest (S.R Hirakuri) dalam Dr.Hj. Marissa Haque Ikang Fawzi

Sabtu, 03 Maret 2012

Marissa Haque Fawzi: Pasca Wisuda Doktor dari IPB 'Tancap Gas' Pengabdian untuk Kemanusiaan

Marissa Haque Ikang Fawzi: Angelina Sondakh adalah nama yg saya doakan sore ini sblm heading to Dilli, Timor Leste.

Rilis: UGM Terima Kunjungan Dubes RI Untuk Timor Leste

UGM Terima Kunjungan Dubes RI Untuk Timor Leste


Duta Besar Republik Indonesia untuk Timor Leste, Eddy Setiabudi melakukan kunjungan ke UGM. Kunjungan dalam rangka meningkatkan hubungan bertetangga antara pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah Timor Leste diterima Rektor, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D, Kamis (10/11).

Disamping berharap masukan dari civitas UGM untuk meningkatkan hubungan baik selama ini, Duta Besar Indonesia untuk Timor Leste, Eddy Setiabudi berkesempatan ceramah di hadapan para dosen dan mahasiswa di lingkungan UGM. "Kunjungan ini memang bersifat kedinasan, karena bersama kami turut serta para mantan kuisoner, KKP, ini sebagai bentuk evaluasi untuk meningkatkan hubungan baik antara Indonesia dan Timor Leste," ujar Eddy Setiabudi di ruang Multimedia.

Menurutnya terdapat tiga permasalahan yang mesti harus diperhatikan menyangkut kebijakan hubungan bertetangga antara Indonesia dan Timor Leste. Ketiga masalah tersebut adalah terkait Hak Asasi Manusia (HAM), Aset, aset individu, BUMN dan aset negara serta permasalahan terkait batas negara. "Ketiga isu tersebut amsih perlu dibicarakan, dan benang merah permasalahan perlu diurai agar kedua negara dapat bertetangga secara lebih baik," paparnya.

Dalam ceramah, Eddy meyakini bila sebagai anggota dan berpegang pada piagam PBB, Indonesia memiliki prinsip-prinsip hidup bertetangga yang baik. Terlebih pegangan tersebut disanding dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam peacefull principle. "Karenanya dalam praktek hidup bernegara hal itu tinggal melakukan perluasan dengan berbagai program," katanya.

Pendapat senada di sampaikan Rektor, Prof. Sudjarwadi. Dikatakan dengan kunjungan Dubes Republik Indonesia untuk Timor Leste akan semakin memperluas network dan kedua negara bisa saling bertukar pengalaman. "Terlebih untuk ide-ide dalam hal bertetangga yang baik sebagai hubungan antar negara, spesifik Indonesia dan saudara muda pemerintah Timor Leste," tutur Rektor.


Dalam hal ini, kata Rektor, UGM bisa mengembangkan dan melakukan studi guna kepentingan perbatasan kedua negara. Apalagi dari hasil studi tersebut nantinya bisa menjadi contoh dan memberi inspirasi bagi mahasiswa di berbagai negara. "Jika di bidang demokrasi Indonesia menjadi terbaik ketiga, kita juga bisa berharap menjadi contoh untuk studi perbatasan," paparnya. (Humas UGM/ Agung)


Marissa Haque Fawzi: Doa untuk Angelina Sondakh sebelum ke Dilli, Timor Leste

Selasa, 07 Februari 2012

"Hari Ini Saya Masih Diserang oleh Dee Kartika Djumadi (Diduga Penjahat Cyber): Mohon Dibaca oleh Dr. Arif Satria, Prima Gandhi (HMI), Alvin Adam (Jus


"Metro TV Diduga Membela Pembully Twitter yang Penipu PhD dari Belanda"

Berikut bahan untuk Alvin Adam cs di Metro TV untuk Acara "Just Alvin."

Sampai detik ini tertanggal 7 Februari 2012, saya yang bernama Marissa Grace Haque Fawzi masih merasakan serangan cyber-bully dari yang diduga bernama Dee Kartika Djumadi. Saya sedang berpikir keras "harus diapakan" orang yang bersangkutan tersebut agar berdampak jera. Karena sejujurnya saya dan keluarga merasa sangat terganggu! Allahu Akbar...


Untuk mengetahui siapa yang bersangkutan pelaku teror cyber tersebut (diduga bernama Dee Kartika Djumadi) dan kualitas manusia seperti apa dirinya itu, alangkah baiknya kita semua pelajari informasi dari seorang sahabat bernama Mas Sony Kusumasondjaja FORUM KAHMI di DIKTI, sebagai berikut di bawah ini:


Sent: Tuesday, January 17, 2012 7:47 PM
Subject: tentang kartika dee

Assalamualaikum wr.wb.
Dear rekan-rekan Diktiers,

Mungkin sebagian rekan Diktiers sempat mendengar adanya konflik yang melibatkan artis lawas yang saat ini masuk ke dunia politik - Marissa Haque. Konflik yang sedang hangat muncul di tayangan infotainment Indonesia tersebut memang bersumber pada Marissa Haque sedang terlibat perang di media Twitter dengan musisi senior, Addie MS - beserta istrinya, Memes, dan putranya, Kevin Aprilio. Namun, mungkin tidak banyak yang paham, bahwa konflik tersebut bermula dari ketersinggungan Marissa Haque yang dituding oleh seseorang di media Twitter juga. Tuduhan tersebut mengatakan bahwa disertasi Marissa Haque di Program S3 IPB sebenarnya tidak layak diluluskan karena dibuatkan orang lain. Nah, masalah menjadi berkembang ke mana-mana bahkan sampai melebar ke konflik pribadi antara Marissa Haque dengan keluarga Addie MS.

Bagi yang ingin memahami kronologis kisahnya, silakan mengunjungi/membaca notes yang saya tulis di Facebook saya yang berjudul "Sebuah Catatan tentang Perang Kamseupay".

Nah, di sini saya tidak akan mengupas masalah kehidupan selebritis kita yang memang seringkali tidak bisa masuk dalam nalar saya. Saya ingin menyoroti soal tuduhan kepada Marissa Haque tentang disertasinya; lebih tepatnya menyoroti tentang "siapa sebenarnya yang melontarkan tuduhan tersebut".
Tuduhan tersebut dilontarkan oleh seseorang bernama Dyah Kartika Rini Djoemadi. Siapa beliau..? Beliau adalah aktivis di berbagai organisasi profesi, termasuk DPP HIPMI dan KADIN Indonesia. Beliau juga (pernah) aktif di Partai Amanat Nasional dan pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Komunikasi Kreatif PP PAN pada sekitar 2007. Beliau memiliki perusahaan konsultan kebijakan publik bernama SpinDoctor Indonesia. Dan beliau juga (pernah) menjabat sebagai senior fellows/experts di Paramadina Public Policy Institute, serta sebagai Dosen Pascasarjana di perguruan tinggi di Jakarta, termasuk di Universitas Indonesia.
Yang menjadi persoalan adalah bahwa Ibu Dyah Kartika Rini Djoemadi - atau biasa dipanggil Kartika Djoemadi atau Dee Kartika - dalam berbagai kesempatan menyebut dirinya sebagai lulusan PhD di bidang Ekonomi Makro dari Universiteit van Amsterdam, Belanda. Hal ini bisa teman-teman baca dan lihat sendiri dalam print-out berbagai situs di Internet yang saya rangkum dan saya attach di postingan ini. Pengakuan sebagai lulusan PhD dari Amsterdam ini cukup aneh, karena pada April 2007, beliau masih menyebut dirinya sedang “menyelesaikan Program Doktoral di bidang Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia” (lihat attachment “Dee Kartika di Media Massa4”), dan pada Februari 2009, beliau juga menyatakan “masih menyelesaikan disertasi di S3 Komunikasi UI” (lihat attachment “Dee Kartika di Media Massa5”). Namun, pada bulan September 2011, di website Paramadina Public Policy Institute, pada halaman profil Senior Fellows/Experts di Institut tersebut, beliau menyebut diri sebagai PhD in Macro Economic from University van Amsterdam, the Netherland (lihat attachment “profil Paramadina Public Policy Institute (lama)”). Lalu, dalam berbagai profil beliau – mulai dari situs LinkedIn, MySpace, profil pendiri (founder) di website perusahaan SpinDoctors, profil Board of Director di website perusahaan SpinDoctors, dan lain-lain, beliau selalu menyebut diri sebagai PhD di bidang Ekonomi Makro dari Universiteit van Amsterdam. Semua informasi yang menjadi bukti-bukti statement ini sudah saya lampirkan dalam attachment.
Nah, pada tanggal 2 Januari 2012, seorang rekan PhD student yang sedang menempuh studi di Leiden University bernama Buni Yani menanyakan kepada beliau melalui email, apakah benar beliau lulusan PhD dari Universiteit van Amsterdam. Dan beliau mengiyakan. Setelah menanyakan kebenaran hal ini kepada pihak Universiteit van Amsterdam, ternyata pihak Universiteit van Amsterdam memberikan klarifikasi melalui email (lihat attachment “Klarifikasi Universiteit van Amsterdam”) bahwa tidak pernah ada student bernama Dyah Kartika Rini Djoemadi terdaftar di Universiteit van Amsterdam. Bahkan, di website School of Economics Universiteit van Amsterdam (http://ase.uva.nl/aseresearch/object.cfm/objectid=DA8E9304-C6EB-4172-AD771508C05A11DB) yang menampilkan daftar nama lulusan PhD yang berhasil mempertahankan disertasinya di bidang Ekonomi Makro di universitas tersebut sejak tahun 2005 sampai dengan 2011, tidak tercatat nama Dyah Kartika Rini Djoemadi. Informasi dari rekan Aprina Murwanti (University of Wollongong, Australia), DIKTI juga tidak pernah mencatat penyetaraan ijazah luar negeri dari Belanda – dalam bidang ilmu apapun – atas nama Dyah Kartika Rini Djoemadi (silakan lihat http://ijazahln.dikti.go.id/v4/detail_negaraptr.php?kodept=604017&page=1 ).
Pertanyaan yang mengusik benak saya adalah:
SATU
Apabila beliau menyelesaikan Master di Komunikasi UI pada tahun 2002 dan pada April 2007 serta Februari 2009 mengaku masih menyelesaikan program Doktoral di Komunikasi UI, lalu bagaimana bisa beliau mencantumkan gelar PhD bidang Ekonomi Makro dari Universiteit van Amsterdam pada tahun 2011? Setahu saya, program Doktoral di Belanda tidak bisa diselesaikan dalam waktu 2 tahun saja. Jadi, bagaimana mungkin..?
DUA
Apabila nama beliau tidak terdaftar di database Universiteit van Amsterdam, tidak tercatat sebagai lulusan di School of Economics, Universiteit van Amsterdam, dan tidak tercatat dalam daftar lulusan luar negeri yang menyetarakan ijazahnya di Dikti, lalu bagaimana bisa beliau mencantumkan gelar PhD bidang Ekonomi Makro, Universiteit van Amsterdam dalam berbagai kesempatan dan pada berbagai media..?
TIGA
Kalau memang beliau menempuh studi di Program Doktoral Komunikasi UI, bagaimana mungkin beliau mendapatkan gelar PhD..? Bukankah UI memberikan gelar DR – dan bukan PhD – kepada lulusan S3-nya..? Kalaupun beliau lulusan dari S3-UI, bagaimana mungkin, nama beliau di berbagai media selalu disebut sebagai lulusan PhD dari Universiteit van Amsterdam..?
EMPAT
Kalau memang beliau adalah lulusan PhD dari Universiteit van Amsterdam sebagaimana yang beliau akui, lalu mengapa saat ini, beliau menghapus semua keterangan tentang riwayat pendidikan beliau di berbagai situs yang menampilkan profil atau CV beliau..? Dulu di situs LinkedIn, MySpace, profil Kompasiana, profil di perusahaan beliau, beliau selalu menyatakan diri sebagai lulusan PhD bidang Ekonomi Makro, Universiteit van Amsterdam. Record ini masih bisa dilacak di search engine Google sampai hari ini – dan sebagian besar sudah saya scan dan saya lampirkan dalam email ini. Namun, kalau kita membuka situsnya (tidak dari Google), keterangan bahwa beliau adalah lulusan PhD dari Amsterdam sudah dihapuskan. Apa yang sebenarnya terjadi..?
LIMA
Upaya konfirmasi kepada beliau sudah dilakukan oleh banyak pihak. Melalui media Twitter (yang seringkali digunakan oleh beliau), banyak pihak – termasuk Pak Buni Yani di Leiden University, saya, Ibu Aprina Murwanti (University of Wollongong), pak Agung Tri Setyarso (Jepang), dan lain-lain – meminta kepada beliau untuk menyebutkan (1) judul disertasi/penelitian PhD beliau, (2) nama supervisor PhD beliau, dan (3) tanggal defense sidang PhD di Universiteit van Amsterdam, namun tidak pernah dijawab dan tidak pernah direspon. Padahal, kalau memang (misalnya) terjadi kesalahan dalam system database di Universiteit van Amsterdam yang menyebabkan nama beliau tidak tercatat sebagai student maupun sebagai lulusan – informasi tentang judul penelitian dan nama supervisor serta tanggal defense itu bisa digunakan tidak hanya untuk mengkonfirmasi gelar PhD beliau, tapi juga untuk menyampaikan terjadinya kesalahan pencatatan dalam database universitas sekelas Universiteit van Amsterdam. Konfirmasi juga bisa dilakukan langsung kepada supervisor beliau, bukan..? Komputer dan database bisa saja mengalami error, tapi semestinya supervisor beliau akan masih mengingat beliau sebagai salah satu mahasiswa bimbingan PhD-nya. Sayang sekali, beliau tidak bersedia menyebutkan tiga informasi yang kami tanyakan di atas.
Proses korespondensi antara rekan Buni Yani dan Kartika Djoemadi – di awal-awal munculnya “pertanyaan” tentang benar tidaknya gelar PhD tersebut, bisa dilihat di attachment “Korespondensi Email Dee Kartika”.
Dengan rentetan kejadian ini, mau tidak mau, wajar saja jika muncul kecurigaan saya bahwa telah terjadi kecurangan atau mungkin kejahatan akademis – menggunakan gelar akademis tanpa hak. Saya sebagai seorang insan akademik merasa sangat terusik dengan hal ini. Yang membuat saya jadi gelisah adalah bahwa ada seseorang yang aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan, aktif di Partai Politik, dan aktif pula menjadi tenaga pengajar dan peneliti yang menggunakan gelar PhD tersebut tanpa hak. Dan, sayangnya, beberapa orang yang mengetahui kasus ini memilih untuk berdiam diri – ada yang beralasan “tidak mau mengorek-ngorek aib orang”, ada yang beralasan “demi persahabatan”, dan lain-lain.

 
Saya juga tidak paham, bagaimana Kemendiknas atau Dikti/Ditnaga atau Universitas Indonesia atau Universitas Paramadina atau lembaganya Paramadina Public Policy Institute akan merespon dugaan pemalsuan gelar ini.
Masa sih, mereka tidak tahu keributan yang terjadi di media Twitter selama hampir dua minggu ini..? Ataukah ini memang bukanlah kejahatan akademik sebagaimana yang saya kira selama ini..? Apakah memang benar, bahwa seseorang boleh saja dan sah-sah saja menyematkan atribut PhD (tanpa harus benar-benar memperolehnya secara sah) - lalu menggunakan atribut itu untuk tampil sebagai pembicara, sebagai peneliti di sebuah lembaga riset, sebagai dosen, dll..? Saya hanya berpikir, kalau kejadian seperti ini kita diamkan selamanya, niscaya hal seperti ini akan menjadi sesuatu hal yang lumrah terjadi di Indonesia. Betapa mengerikannya apabila hal itu betul-betul membudaya di dunia pendidikan Indonesia.
Di sini, saya tidak bermaksud untuk mengorek-ngorek aib yang bersangkutan. Saya juga tidak berminat untuk jadi pahlawan kesiangan. Saya tidak kenal beliau secara personal, dan saya juga tidak kenal Marissa Haque yang sempat menjadi “musuh online” beliau. Posting ini saya tujukan di milis ini (1) sebagai bentuk keprihatinan saya akan kejadian yang sangat menyedihkan ini, (2) sebagai upaya “perlawanan” atas kejahatan akademis yang mungkin telah terjadi tapi tidak terlalu diperhatikan, dan (3) sebagai upaya permintaan tolong seandainya rekan-rekan Diktiers semua memiliki pandangan atau ide tentang apa yang sebaiknya dilakukan untuk menghadapi masalah ini.
Demikian informasi ini saya sampaikan, semoga bermanfaat, dan menggugah kita semua untuk berbuat sesuatu. Maaf apabila ada rekan-rekan yang kurang berkenan dengan posting ini. Maaf juga karena saya terpaksa melampirkan attachment yang ukurannya sangat besar. Mohon dimaklumi, karena meskipun isinya adalah file yang saya cetak dari Internet, sebagian besar file tersebut sudah susah untuk diakses (ada yang sudah dihapus, dll), terutama kalau kita tidak terlalu menguasai trik-trik pencarian menggunakan search engine.

Terima kasih
Wassalaumalaikum wr.wb.

SONY KUSUMASONDJAJA


"Hari Ini Saya Masih Diserang oleh Dee Kartika Djumadi (Diduga Penjahat Cyber): Mohon
Dibaca oleh Dr. Arif Satria, Prima Gandhi (HMI), Alvin Adam (Just Alvin), Addie MS & Memes"

Sabtu, 14 Januari 2012

"Marissa Haque: Addie MS Diduga Bermental Bully (dari Hasil Investigasi Masa Lalunya di SMAN3)"

Jujur saya semakin terusik, terluka, serta terhina terus-menerus diganggu oleh ocehan duo Addie MS dan Kevin Aprilio putra sulungnya di media TV, internet, bahkan koran nasional.

Sampai hari ini saya hanya mau memberi jawaban (komentar) dari dua wartawan media, karena sudah tidak tahan lagi dengan serangan bertubi dari keduanya baik Addie MS dan Kevin Aprilio. Mereka adalah Adi Subhan dari JPNN dan Telni dari C&R karena mengenal dengan cukup baik keduanya. Sementara lainnya saya tanggguhkan karena trauma dipelintir pernyataan yang saya sampaikan.

Lihatlah karakter asli Addie MS, serta Kevin Parilio pada print screen di atas dan di bawah ini. Apakah tindakan seperti itu adalah gambaran manusia musik yang berbudaya? Dimana akal sehat mereka? Ketika mereka berdua menghina secara terbuka bahwa saya Schizophernic, dan follower Vierrania-nya Kevin saya duga memperpanjang barisan caci-maki mereka 'dengan bahagia.' Maka saya perlu mengambil langkah mundur sejenak untuk melompat ke tempat lebih tinggi. Saya kumpulkan seluruh umpatan terbuka mereka yang ada, tentu untuk pembuktian di Polda Metro Jaya kelak dalam waktu dekat ini.

Walau masih 'compang-camping', namun Indonesia adalah negara hukum. Dan Polda Metro Jaya adalah salah satu tempat yang sering saya teliti serta memiliki cukup banyak teman polisi di sana. Baik dari jalur FH UGM, FH UI, maupun FH Unpad.

Saya hanya ingin memberikan 'dampak jera' saja kepada Addie MS dan Kevin Aprilio putranya, bahwa di dalam mengekspresikan ketidaksukaannya kepada seseorang tidak boleh dengan cara serampangan melakukan penghinaan luar biasa terbuka seperti yang mereka ekspresikan. Karena itu jelas akan dikenakan sanksi dari Pasal 310 dan 311 KUHPidana dan UU ITE yang terbukti sangat keras.


Addie MS Berupaya Mengadu-domba Saya dengan Ikang Fawzi & Isabella Fawzi
Kalau Addie dan Kevin 'berhasil' menggiring opini publik dan membuat saya jadi 'pesakitan' pada saat lalu terkait dengan "sedekah payudara" Vina Panduwinata dengan modus awal melalui twitter lalu infotainment, sekarang oleh karena kelakuan Addie saat lalu, sayapun detik ini jadi mahir ber-twitter-ria karena pernah di-bully melalui ranah twitland ini. Begitu ada komentar miring yang datang dari arah tertentu, banyak sms masuk menyampaikan ke saya, agar bersegera melakukan counter back. Tentu permasalahannya saya tidak selamanya terhubung dengan internet. Pertama karena sangat sering berada di luar kota yang blank spot, dan kedua sampai hari ini saya masih 'keukeuh' tidak ber-BB-an.


Kegagalan Addie dan Kevin dalam upaya mengadu-domba saya dengan suami dan putriku terlihat dalam video (yang entah oleh siapa diunggah), sebagai berikut: http://tv.liputan6.com/main/read/8/1072862#

Saya bersyukur pada Allah SWT, bahwa terbukti cara mendidik saya dan Ikang Fawzi suamiku alhamdulillah lebih baik dari Addie dan Memes.

Insya Allah saya bukan riya', namun ini bukti bahwa penghinaan dari mitra media Addie MS bernama @dennysakrie yang lalu berubah alamat jadi @mikehendrawati, @doktorkamseupay, dan lain sebagainya yang berusaha 'meng-oyok-oyok' Bella dan Ikang, namun tidak berhasil! Alhamdulillah... Allahu Akbar!


Lihatlah perbedaannya respon putriku tercinta Isabella Fawzi di atas dengan reaksi Kevin Aprilio Putra sulung Addie MS dan Memes di bawah ini. Terbukti jauh lebih intelek Bella kan dari si Kevin ya? Hehe... sorry ya Addie (I just wanna be honest to you Bro). Itulah bedanya pendidikan formal mumpuni dan yang tidak. Terbukti!


Lebih lanjut, sebagai bukti nyata bagaimana sang putra sulung Addie MS bernama Kevin Aprilio yang patut diduga di-treatment secara tidak proporsional dari sisi value atau nilai (kesopan-santunan), adalah sebagaimana yang terbaca di bawah berikut ini:
Siapapun orangnya pasti akan terhina dikatakan "GILA" dan "SCHIZOPHERNIC" seperti demikian.

Addie MS Suka (Bully) Menghardik Seseorang yang Tidak Disukainya
Saya ingin sudahi pemaparan tentang gaya mendidik anak di rumah, karena demi Allah tidak ingin riya'. Karena sesungguhnya kedua putra Addie MS dan Memes juga bersinar seperti berlian. Hanya saja attitude si Kevin, itu harus dikoreksi oleh kedua orang tuanya. Agar kiranya si Kevin diajari tahu dan faham untuk bersikap sopan kepada yang lebih tua dari dirinya. Juga tidak mengolok-olok mereka yang usianya di atas dia. Karena itulah yang disebut sebagai manner atau attitude.

Mungkin yang paling penting adalah bagaimana Kevin dapat dididik oleh Addie MS untuk tidak langsung ikut campur dengan masalah orang lain, dan faham akan akar masalah.

Kelihatannya Kevin harus belajar kepada Isabella Fawzi dan Chikita Fawzi kedua putriku tercinta dalam hal ini! , karena Bella dan Kiki untuk anak-anak seusia mereka sejak kecil dikenal sweet hearted dan polite... maklumlah cucu seorang diplomat karir sih ya?

Yang jelas, jenis pendidikan yang diberikan Addie MS untuk Kevin Aprilio jelas tidak sama dengan pendidikan yang saya dan suami berikan untuk Bella dan Kiki di rumah.

Rumah tangga kami beres-beres saja, karenanya heran sekali kalau Addie MS mengatakan di dalam wawancara di atas bahwa saya musti kembali kepada suami dan keluarga, dan...bla...bla...bla... lainnya. Hmmmm...


Alhamdulillah, bahwa sejauh ini, baik Addie MS maupun Kevin dan timnya semisal @deenysakrie tidak berhasil mengadu-domba saya, suami dan kedua putri kami.

Rupanya Addie MS pandai berakting selain pandai bermusik. Tentu saja sudah lama saya nafsi-nafsi tidak bersedia ikutan dalam seluruh acara yang dibuatnya. Karena sesungguhnya di dalam wawancara di atas, Addie tidak jujur mengatakan pernah membentak atau menghardik saya dan Adjie Soetama yang baru sangat bahagia karena lulus Sarjana Hukum Unpar dan Usakti di tahun 1989 lalu. Rupanya ada kecemburuan tertentu Addie yang trauma karena di SMA3 Setiabudi dulu dia ada 'catatan khusus' sehingga tidka naik kelas dan harus sekelas dengan Jono MS adiknya dan Ikang Fawzi suamiku.

Namun sudahlah... saya minta Addie dan Kevin stop berkomentar yang kontra produktif di beragam media.

Saya minta kalian berdua FOKUS pada akar masalahnya. Yaitu tanggung jawab Dee Kartika Djumadi Trionya Memes Addie MS atas kriminalitas yang dia lakukan atas diri saya secara terbuka dan terencana. Dan Addie serta Memes mengetahuinya. Sesuai dengan pengakuannya sendiri dalam wawancara di atas, dimana dia malah terkesan memanas-manasi suasana.

Saya masih punya ruang maaf untuk Addie, Memes, dan Kevin. Namun tidak untuk Dee Kartika Djumadi yang tidak saya kenal. Dan khususnya karena Dekan FEMA IPB ternyata berpihak kepadaku dengan mengatakan dia tidak mengatakan apapun kepada Dee! Nah loh! harus dituntaskan bukan?

PS: Saya tunggu bunga yang akan dikirim ke rumah oleh Addie MS, seperti yang disampaikan oleh Ikang Fawzi suamiku kepadaku, namun sampai detik ini tidak ada! Semoga bukan ilusi lagi seperti apa yang pernah dikatakan Addie kepada Ikang bahwa 20 tahun yang lalu dia pernah mengirim bunga permintaan maaf untuk saya tapi tidak direspon. Ah... Addie....Addie.. jangan terlalu banyak berilusilah Die!

Tunjukkan...hayyoooo...

"Marissa Haque: Addie MS Diduga Bermental Bully (dari Hasil Investigasi Masa Lalunya di SMAN3)"

Allah Maha Segalanya Tak Ada yang Lainnya: Marissa Haque & Ikang Fawzi

Video Tahun 2008, Diambil dari youtube.com tentang Malaikat yang Turun ke Atas Kabah di Mekkah (Semoga Video Ini Benar Adanya)

Dukungan Karya Bagi Indonesia: Ikang Fawzi untuk Marissa Haque

Dukungan Suamiku Ikang Fawzi untuk Melakukan Karya Bagi Indonesia: Marissa Haque Riset Illegal Logging di Riau