Majalah Environment

Majalah Environment
Marissa Haque Meneliti Illegal Logging di Prov. Riau, 2006-2009

Diduga Truk Pengangkut Illegal Logs: Marissa Haque

Diduga Truk Pengangkut Illegal Logs: Marissa Haque
Tertangkap Kameraku Saat Riset di Sumatra -- RIau & Jambi

Jarahan Kayu Ilegal

Jarahan Kayu Ilegal
Illegal Logging Tangkapan Polri

Pelaku Intelektual Illegal Logging Prov Riau

Pelaku Intelektual Illegal Logging Prov Riau
Pelaku Intelektual Illegal Logging di Provinsi Riau Rusli Zainal Alumni IPB Alhamdulillah Telah Ditahan KPK

Pemberantasan Illegal Logging

Pemberantasan Illegal Logging
Logs Illegal & Procedural Fairness di Provinsi Riau, Sumatra

FORUM PREVILEGIATUM untuk MEMBERANTAS ILLEGAL LOGGING dan MAFIA HUKUM IJAZAH ASPAL GUBERNUR BANTEN

Hanya FORUM PREVILEGIATUM atau IZIN diskresionair Presiden SBY yang mampu menyelesaikannya secara hukum murni tanpa pertimbangan politik sesaat belaka! Urusan membongkar jaringan pelaku Illegal Logging dan urusan membongkar jaringan ijazah aspal (asli tapi palsu) sama pelik dan berbahaya.




[GoSpot] Marissa Haque geram laporannya dihentikan penyidikannya. 17/12/2008


Video recording dari acara Go Spot di RCTI tersebut diatas, adalah salah satu jihad hukumku didalam melawan (dugaan) delik pidana Ijazah ASPAL (Asli tapi Palsu) Ratu Atut Chosiyah, SE dari Universitas Bororbudur Kalimalang, Jakarta Timur.

Minggu, 20 Desember 2009

Dugaan Konspirasi Dibalik SP3 Kasus Illegal logging di Riau

(Dugaan) Konspirasi Dibalik SP3 Kasus Illegal logging di Riau

Selasa, 30 Desember 2008

Pernyataan PersPanggil Kapolda dan Jerat Pelaku Illegal dengan UU KorupsiDikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus illegal logging yang dilakukan oleh 13 perusahaan kayu di Riau oleh Kepolisian Daerah Riau merupakan preseden buruk di akhir tahun terhadap upaya penegakan hukum lingkungan hidup dan pemberantasan illegal logging yang dikampanyekan oleh pemerintah. Patut diduga kuat adanya konspirasi di balik keluarnya SP3 tersebut.
st1\:*{behavior:url(#ieooui) }
Sejak awal telah mencium adanya indikasi kuat aparat penegak hukum (kepolisian dan jaksa penuntut umum) yang hendak membebaskan 13 perusahaan dengan berdalih tidak adanya cukup bukti dan hanya berdasarkan keterangan saksi ahli dari pemerintah (Kementerian Lingkungan Hidup dan Departemen Kehutanan).
Kami memandang bahwa pihak penyidik telah mengabaikan dan tidak dijadikannya pertimbangan keterangan saksi ahli dari akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), yang menyatakan ada kerusakan lingkungan hidup dan kesalahan perijinan, yang menguatkan temuan-temuan WALHI sebelumnya.

Sementara itu, ada Keputusan Menteri Kehutanan No. 541/2002 dan Peraturan Pemerintah No. 34/2002 yang telah meniadakan kewenangan para gubernur dan bupati untuk mengeluarkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT). Hasil analisis yang dilakukan WALHI Riau, terdapat 34 IUPHHK di Riau dengan luas total 378.299,50 hektar yang dikeluarkan setelah izin tersebut berlaku. Ini berarti telah terjadi pelanggaran peraturan.
Sedangkan bila dilihat dari kriteria lahan, seharusnya lahan yang diperbolehkan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah lahan kosong, padang alang-alang maupun semak belukar bukan pada lahan hutan alam dengan potensi kayu dibawah 5 meter kubik setiap hektar.

Namun kenyataannya, WALHI menemukan sebanyak 34 IUPHHK-HT tersebut diberikan di atas hutan alam. Ini menunjukan telah bahwa perizinan yang telah dikeluarkan bupati diduga melakukan tindakan melawan hukum administrasi. Kebijakan yang mengatur tentang kriteria lahan yang boleh untuk HTI terbunyi jelas dalam Peraturan Pemerintah No. 7/1990 Pasal 5 ayat 1-2, PP No. 34/2002 Pasal 30 ayat 3, Keputusan Menteri Kehutanan No 21/Kpts-II/2001, dan Keputusan Menteri Kehutanan No 10.1/Kpts-II/2000 Pasal 3 ayat 1-7.

Sebanyak 13 perusahaan itu merupakan penyuplai bahan baku PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP), seperti: PT Arara Abadi, PT Bina Duta Laksana, PT Rimba Mandau Lestari, PT Ruas Utama Jaya. Sedangkan lainnya merupakan penyuplai bahan baku PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), seperti: PT Madukoro, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Nusa Prima Manunggal, PT Bukit Batubuh Sei Indah, PT Citra Sumber Sejahtera, dan PT Mitra Kembang Selaras.

Penegakan hukum lingkungan merupakan harapan terhadap perbaikan kondisi ekologis Indonesia yang semakin kerap mengalami bencana ekologis. Pemerintah harus tegas dalam upaya tersebut, dan bukan semata hanya di atas kertas dengan begitu banyaknya peraturan dan kerjasama yang dilakukan dengan negara lain dalam hal pemberantasan penebangan dan perdagangan kayu haram. Indonesia akan semakin cepat hilang dari peradaban bila tidak dilakukan upaya penyelamatan kawasan hutan dengan melakukan jeda penebangan hutan (moratorium logging).

Pemberian SP3 adalah bukti bahwa negara sedang memimpin percepatan perusakan hutan lewat kebijakan legal logging, Hutan Tanaman Industri dan penegakan hukum yang lemah. Negara juga telah menjadikan peradilan dan proses hukum sebagai rumah aman bagi para penjahat lingkungan.


***
Alasan tidak ditemukannya Unsur Melawan Hukum dan keterangan "Saksi ahli" yang digunakan sebagai dasar SP3 dinilai mengada-ada dan tidak berdasar. Selain Kepolisian, Kejaksaan Tinggi Propinsi Riau pun terkesan ikut dalam "persekongkolan" menghentikan kasus yang diduga melibatkan dua perusahaan besar Pulp and Paper Indonesia tersebut. Setidaknya, telah 17 kali berkas penyidikan bolak-balik dari Polisi ke Kejaksaan.

Apakah hal ini terkait dengan kuatnya posisi PT. RAPP dan Indah Kiat Pulp & Paper (IKPP)? Sulit mengatakan, tidak ada intervensi dibalik penghentian penyidikan tersebut.

SP3 ini tentu saja merupakan bagian dari buruknya penegakan hukum pemberantasan illegal logging. Kasus yang awalnya mencuat dengan adanya penangkapan, penyitaan dan penetapan tersangka, di Kepolisian dan Kejaksaan seringkali berakhir dengan SP3, dan bahkan di Pengadilan banyak yang berujung dengan Vonis BEBAS. Kalaupun sebagian pelaku dihukum, biasanya hanya menjerat operator lapangan. Dengan kata lain, Pelaku Utama dan Mastermind hampir tak tersentuh.

Berdasarkan catatan dan analisis ICW terhadap putusan kasus Illegal Logging selama tahun 2005-2008, misalnya. Dari 205 terdakwa yang terpantau dan muncul ke permukaan, sekitar 66,83% diantaranya divonis bebas, atau 137 orang; Vonis dibawah 1 tahun dijatuhkan terhadap 44 orang (21,46); vonis 1-2 tahun terhadap 14 orang (6,83%), dan diatas 2 tahun sebanyak 10 orang (4,88%).

Hal itu akan terjawab ketika sejumlah tersangka dipilah berdasarkan kualifikasi level aktor. Ada dua poin yang dapat dibaca dari pengklasifikasian ini, yaitu:
1. Dari 205 tersangka, yang dapat dikategorikan aktor kelas


menengah keatas (middle upper level) hanya 49 orang (23,90%).

Klasifikasi Aktor Pemberantasan Illegal Logging tahun 2005-2008







-----------------
Jakarta, 26 Desember 2008

ICW / WALHI I TELAPAK / Institute Indonesia Hijau


Febri Diansyah (ICW) Hp 0819 7575 404


Teguh (WALHI) Hp 0813 7189 4452


Unang (Telapak) Hp 081328841307

Riau Illegal Logging: Torn between Indonesian Environment and Business (in Marissa Haque)

Sumber: http://www.illegal-logging.info/item_single.php?it_id=2378&it=news

The administration and the House of Representatives remain at loggerheads over illegal logging in Riau, causing legal and investment uncertainty in the country. President Susilo Bambang Yudhoyono's decision to set up a joint team led by Coordinating Minister for Political, Legal and Security Affairs Widodo A.S. to deal with the issue only seems to have complicated the issue.The joint team was formed following friction between the Forestry Ministry and the National Police over illegal logging in Riau.

The ministry defended its decision to give forest concessions to Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) and Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP), while the police accused the two companies of getting illegal logs from partner companies.The issue heated up at the House when the environment commission and forestry commission summoned the management of the two pulp and paper companies on the eve of the Idul Fitri holiday.House Commission VII overseeing environmental affairs canceled a hearing with RAPP, which was seen as being uncooperative and because of the absence of its owner Sukanto Tanoto.

Several field tours by the joint team have yet to result in any firm recommendations, while the two pulp and paper producers are facing shortages of raw materials because their partner companies supplying wood have stopped operations and areas of their timber forests have been fenced off by police.Sojuangon Situmorang, director general for public administration at the Home Ministry and a member of the joint team, said the team found strong indications of illegal logging in protected forests and national parks in Riau but had not found evidence the two pulp and paper companies were behind it.Azis Syamsuddin, chairman of the House's working committee assigned to investigate illegal logging cases, slammed the government and the House commissions for becoming locked in a "battle of egos"."To settle the case, the conflicting commissions should sit down together to put the case on the table and seek a comprehensive recommendation," he said.

"The friction between the Forestry Ministry and the police in the government camp and between the House's environmental commission and the commissions overseeing legal and forestry affairs is rooted in the conflicting Law No. 41/1999 on forestry and Law No. 23/1997 on the environment."Azis said he was ashamed of the public impression that the House's summoning the two companies on the eve of Idul Fitri was linked to efforts to extort the companies."The two conflicting laws should be synchronized to avoid confusion among law enforcers, including the police," he said.Rampant illegal logging has seen Riau top the list of provinces with the highest rate of illegal timber exports, ahead of Kalimantan and Papua.

Every month some 126,000 cubic meters of illegal timber is exported to Malaysia and hundreds of more cubic meters are believed to be supplied to local plywood industries and pulp mills.Both RAPP, a unit of Raja Garuda Mas International, and IKPP, a unit of Sinar Mas Group, have denied getting raw materials from illegal logging, saying some 80 percent of their timber was supplied from their own forest estates.IKPP corporate director Jan Partawijaya and RAPP president director Rudy Fajar have questioned the government's "ambiguous policy and conflicting laws", which they say have created investment uncertainty among businesspeople.A spokesman for RAPP, Troy Pantauw, questioned the House's motives in summoning both companies, saying illegal logging also happened in Kalimantan and Papua but no pulp and paper mills or plywood companies from the two islands were investigated.

The Indonesian Employers Association and the Indonesian Chamber of Commerce and Industry have called on the government to settle the case immediately to improve the investment climate.Executive director of the Indonesian Forum for the Environment, Chalid Muhammad, said in addition to law enforcement, the government should supervise both companies and ensure they adjust their production capacities according to the production of their own forest estates."The government should also audit both companies to ensure they get raw materials from their own timber estates."Executive director of Greenomics Indonesia, Elfian Effendi, said the government should also use its reforestation funds to finance reforestation programs in deforested areas across the country.

edited:17/10/2007

Kasus Illegal Logging Riau makin panas: Kapolri vs Menhut

Keanehan Menhut MS Kaban atas Kasus Illegal Logging Riau

RIAU POS: Pernyataan keras Menteri Kehutanan RI, Malam Sabath (Sambat red) (MS) Kaban menarik untuk dicermati. Ia minta Kapolri mencopot sejumlah Kapolda sekaligus yakni Kapolda Riau, Kapolda Sumut dan Jambi. Alasannya karena para Kapolda dalam memberantas illegal logging tidak berkordinasi dengan pihaknya sesuai dengan Inpres No 4/2005. Sebab, katanya, soal pemberantasan illegal logging pihaknya lah yang paling tahu, jadi ikuti saja ketentuan Menhut (Riau Pos, 5/7/2007).

Pernyataan keras Pak Menteri boleh jadi mengandung dua kemungkinan. Pertama, murni opini Menhut RI yang merasa otoritasnya dilangkahi sehingga ia tak berkenan. Kedua, suara sekelompok elite industri yang merasa kepentingannya terganggu dan berkonspirasi ”menggunakan” Pak Menteri menyampaikan ketidaksenangan mereka itu.
Kedua kemungkinan ini bisa benar bisa juga tidak. Soalnya bisa jadi ada kemungkinan-kemungkinan lainnya. Namun kebanyakan pendapat orang awam menangkap dua kemungkinan ini. Bila kita berasumsi kemungkinan pertama yang benar maka ada baiknya kita analisa lebih dalam.

Jika murni opini Pak Menteri sebenarnya ada hal yang agak paradok. Kaaban menegaskan dirinya sangat serius memberantas illegal logging. Namun mengapa ia begitu marah ketika ada pihak lain (para Kapolda) yang juga gencar memberantas illegal logging. Logika sederhana saja mestinya ia merasa senang karena punya kawan melawan kebatilan yang merusak lingkungan hidup.

Paradok kedua, ketika Pak Menteri menuding Kapolda keterlaluan atau over acting dalam menangani illegal logging. “Orang punya surat izin kok ditahan juga. Mereka sudah terlalu jauh masuk domain otoritas yang tidak seharusnya,” cetus pak Menteri kesal.


Sebagai orang terdidik Menhut pasti menyadari Polri adalah penegak hukum. Polri tidak harus berkordinasi untuk menentukan seorang itu maling atau bukan dengan instansi lain. Mereka punya panduan undang-undang yang mendasari tindakannya. Mereka juga bertanggung jawab atas tindakannya dalam menegakkan hukum dan dapat digugat di meja hijau jika terbukti tindakan mereka keliru. Kordinasi diperlukan selama hal itu bukan untuk tebang pilih sasaran.

Paradok ketiga, sesama aparatur negara harusnya saling memperkuat dan bukan saling menjatuhkan. Keberadaan aparatur bagi publik minimal berfungsi untuk dua hal. Pertama, melindungi warga dari kejahatan individu maupun kelompok. Kedua, mendatangkan pendapatan bagi negara. Bila fungsi kedua (keperluan investasi) berakibat celaka bagi warga maka fungsi pertama adalah lebih utama.
Jadi kalau murni opini Pak Menteri tentu kita jadi ragu apa benar demikian. Masa intelektual sekelas menteri tidak menyadari paradok dari opininya itu. Maka tidak aneh ketika anggota Komisi III DPR RI Arbab Paproeka dari FPAN berpendapat bahwa bukan Kapolda Riau yang perlu dievaluasi melainkan Menhut-lah yang harus melakukan evaluasi diri.

Menurut Arbab justru Kapolda Riau telah melakukan fungsinya sesuai dengan keinginan masyarakat membabat para perusak hutan. Pendapat itu membuat kita melihat bahwa asumsi kedua mendekati realitas.
Cerita tentang konspirasi bukanlah hal yang baru. Hancurnya hutan di Indonesia juga berawal dari kentalnya nuansa KKN yang merupakan bibit awal konspirasi menjatuhkan siapapun yang coba menghalangi pembabatan ”emas hijau” nusantara itu. Makanya ketika dalam sebuah seminar Kapolda mengatakan bahwa kalau saja hewan itu punya akal pikiran maka pasti mereka sudah berbaris melapor ke Polda di seluruh Indonesia karena habitat mereka digasak oleh keserakahan segelintir manusia haus kapital.

Gerakan penghancuran hutan demi nafsu serakah sebenarnya sudah lama berjalan tanpa gangguan berarti. Apalagi pengurusan izin tidaklah sulit bagi elit industri yang memiliki modal kelas kakap. Sampai-sampai dalam guyonnya Kapolda pernah mengatakan bahwa kalau saja matanya merem (tutup mata) saja terhadap aksi penjarah hutan itu maka tidak kurang Rp3 miliar per bulan mengalir ke pundi-pundinya. “Bayangkan itu merem. Apalagi kalau saya belalakkan mata mungkin setoran bisa naik jadi Rp9 miliar,” ujarnya dalam sebuah wawancara dengan pers. Ia hanya menceritakan sebuah potret realitas yang telah ditutup-tutupi selama ini. Oleh karena itu, lanjutnya, ia tidak main-main dalam memberantas illegal logging. Ia belajar khusus dengan sejumlah pakar kehutanan tentang jenis kayu apa yang boleh ditebang, diameter berapa yang dibolehkan UU dan hal yang terkait dengannya.

Dalam paparannya ia mengatakan bahwa lambat-laun ia mengerti bahwa semua kejahatan pembabat hutan itu dimulai lewat secarik kertas yang bernama surat izin aspal (asli tapi palsu). Asli memang karena surat izin itu diteken oleh pihak berwenang. Palsu karena yang kemudian dikerjakan tidak sesuai dengan yang diizinkan.

Adapula kasus yang ditemukannya bahwa surat izin diberikan meskipun hal itu bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Menurutnya pernah terjadi bahwa surat izin adalah pembersihan lahan tidur (kosong). Saat dicek langsung oleh dirinya ke lapangan ditemukan puluhan ton kayu gelondongan dengan diameter kayu hutan alam.
Kapolda tidak sekadar komentar. Bukti temuan itu direkamnya dengan baik dan saat presentasi lalu ditayangkan. Ia juga aktif merekam nasib rakyat yang menanggung limbah industri. Lelaki itu tidak segan turun ke kampung-kampung pedalaman di Riau dan berdialog dengan korban limbah yang menderita aneka macam penyakit.

Baginya sederhana sekali. Kalau kemampuan instalasi pengolah limbah hanya untuk 1 juta ton kubik kayu, bagaimana air tak tercemar jika izin kapasitas produksi diberikan 2 juta ton oleh pihak berwenang. Makanya dari polemik Menhut versus Kapolda Riau ini dapat dipetik pelajaran berharga.

Asumsi kedua jadi mendekati kebenaran. Pernyataan keras Menhut di koran terlihat tidak di-cross cek dulu ke Kapolda soal dugaan over acting petugas hukum di lapangan. Mestinya sebagai pembantu presiden bidang kehutanan kordinasi dengan Kapolda jelas tidak sulit dilakukan.
Makanya pernyataan Sekretaris FPAN DPRD Riau, Ir Fendry Jaswir tidaklah berlebihan. “Kami melihat sikap Menhut ini sepertinya ada kepentingan lain..,” ujarnya. Saya jadi teringat semboyan tokoh Holywood, Spiderman. “Kekuatan besar menuntut tanggung jawab yang besar pula.” Kapolda bukan Spiderman, namun ia coba meneladaninya, meskipun itu harus melawan kolega dan bahkan dirinya sendiri demi menegakkan kebenaran yang diyakininya.
Helfizon Assyafei,wartawan Riau Pos.

Tengku Bintang (kompasiana.com): Illegal Logging & Srikandi

Sumber: http://umum.kompasiana.com/2009/09/07/srikandi-bernama-marissa-haque/



Oleh: Tengkubintang@yahoo.com
7 September 2009 09:31


Pertama-tama saya mengucapkan selamat kepada Ikang Fawzi - Anda lelaki beruntung. Di taman hati Anda mekar setangkai mawar yang mengharumkan taman bangsa. Selamat! Ketangguhan lelaki terletak pada kemampuannya membahagiakan isterinya. Itulah bulu hias bagi cenderawasih, tanduk bercabang bagi rusa, tanda kejantanannya. Selanjutnya saya hendak bicara mengenai isteri Anda.
Sampai beberapa waktu sebelum ini saya menganggap Marissa itu anak bawang. Keterlibatannya di dunia politik saya anggap sekedar petualangan - romantika yang biasa menghinggapi para artis yang terbiasa mabuk di kolam popularitas. Bahkan tulisan-tulisan beliau sebelumnya di Kompasiana ini saya nilai sebagai manifestasi kecengengan yang terlalu ‘aku’ itu. Biasalah, seorang artis.


Namun setelah membaca postingannya mengenai illegal logging, lemahnya penegakan hukum, dan lain-lain penilaian saya segera berubah 180 derajat! Anda seorang Srikandi!

Pandai-pandailah menggunakan pedang Anda. Adakalanya pedang yang tajam melukai diri sendiri. Saya melihat di dalam dada Anda menggelora semangat tempur untuk memperbaiki budaya bangsa. Bahkan saya menjadi malu, meskipun memiliki semangat sama namun tak cukup keberanian. Anda-lah srikandi yang sedang memanah rembulan itu!
Berbeda dengan Anda, saya akhirnya bersyukur atas kegagalan Anda menjadi Gubernur Banten. Bukan apa-apa, jabatan itu bukan lowongan Anda. Di tempat lain Anda diperlukan untuk kiprah yang lebih besar, bahkan lebih luas cakupannya daripada sekedar Gubernur. Jadi, jangan berkecil hati!

Kepada Kang Ikang, sekali lagi pandai-pandai-lah menjaga sekuntum bunga di hadapan Anda itu. Ia bukan hanya milik Anda, tapi milik Nusantara.

Terimakasih!

Kasus Ilegal Logging Rugikan Indonesia Rp 30 Triliun

Sumber: http://giantrangkong.wordpress.com/2007/10/02/kasus-illegal-logging-riau-kapolri-vs-menhut/

Kasus ilegal logging di Indonesia yang mencapai 50,7 juta m3 per tahun, menyebabkan negara menderita kerugian sebesar Rp30,42 triliun per tahun. Hal itu diungkapkan oleh Asisten Deputi IV Urusan Pertanian dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Bambang Purwono, Senin (23/8). Menurutnya kerusakan hutan terbesar terjadi di perbatasan Indonesia dan Malaysia.

Saat ini, di perbatasan Kaltim dan Malaysia kerusakan hutan diwilayah tersebut mencapai 150.000 hektare per tahun, dan di propinsi Kalbar kerusakan hutan yang terjadi seluas 250.000 hektare per tahun.
Sedangkan di propinsi Papua penyelundupan kayu mencapai 600 ribu m3 per bulan, dengan kerugian mencapai Rp 7,2 trilliun. Kebanyakan kayu kayu hasil ilegal logging itu diselundupkan ke negara tetangga seperti, Malaysia, Cina, India dan Vietnam mencapai 10 juta m3 per tahun.

Tingginya kasus ilegal logging di Indonesia juga menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat parah, sehingga menyebabkan bencana alam serta hilangnya sejumlah species keanekaragaman hayati.
Dalam kasus ilegal logging ini, meski pemerintah telah melibatkan banyak pihak untuk mengatasinya, namun kenyataannya sangat sulit diberantas karena banyak oknum aparat yang terlibat sebagai becking.

Gelar Perkara Ilelgal Logging Riau di Mabes Polri Tertutup: Riau Terkini

Jum’at, 13 Juli 2007 18:49


Gelar Perkara Ilelgal Logging Riau di Mabes Polri TertutupPolda Riau melakukan gelar kasus illegal logging di Mabes Polri. Sayangnya gelar kasus dilakukan tertutup. Usai gelar kasus, Kapolda Riau Brigjen Pol Sutjiptadi langsung kabur.Riauterkini-JAKARTA-Kabareskim Komjen Pol Bambang Hendarso Dahuri melakukan gelar perkara kasus pembalakan liar (illegal logging) dengan Kapolda Riau Brigjen Pol Sutjiptadi. Gelar perkara dilakukan secara tertutup bertempat di Gedung Bareskim. Gelar perkara illegal logging di Riau berlangsung selama satu jam, dari pukul 09.00 – 10.00 WIB. Usai gelar perkara Kapolda Riau langsung meninggalkan Markas Besar Polri di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan. Sementara Kabareskim langsung menerima Wakapolri Komjen Makbul Padmanegara delegasi PBB.

Sementera itu wartawan media cetak dan elektronik yang biasa mangkal di Mabes Polri baru berdatangan setengah jam kemudian. Ketika diberi tahu oleh salah seorang petugas jaga di Bareskim, bahwa gelar perkara sudah selesai dan Kapolda Riau Brigjen Sujiptadi telah meninggalkan Bareskim, wartawan tampak kecewa. Meski diberi tahu gelar perkara telah selesai, wartawan media cetak dan elektronik masih tampak bergerombol di Gedung Bareskim. Mereka berharap bisa mendapat komentar dari Kabareskim.

Namun wartawan kembali harus menelan kekecewaan, pasalnya Kabareskim juga ‘ngacir’ meninggalkan Mabes Polri begitu usai mendampingi Wakapolri. Wartawan belum berputus asa, dan memutuskan untuk bertahan hingga sholat Jumat berakhir, siapa tahu ada petinggi Polri yang mau berkomentar soal illegal logging di Riau. Wartawan televisi tampak mempersiapkan kamera, sedangkan wartawan cetak terlihat mengeluarkan tape recorder bersiap-siap melakukan wawancara. Namun petinggi Polri yang diharapkan bisa memberikan komentar seperti Kapolri Jenderal Pol Sutanto, Wakapolri Komjen Pol Makbul Padmanegara dan Kabareskim Komjen Pol Bambang Hendarso Dahuri ternyata tidak sholat Jumat di Masjid Al-Ikhlas, Mabes Polri. Sementara Kadivhumas Mabes Polri Irjen Siswono Adiwinoto tengah berada di Singapura sudah sepekan ini. Sedangkan Kabidpenum Mabes Polri Kombes Bambang Kuncoko sudah mengambil cuti, karena akan menikahkan anaknya.

Karena tak mendapat satu komentarpun dari petinggi Polri, satu persatu wartawan media cetak dan elektronik meningggalkan Mabes Polri. Riauterkini mencoba menghubungi telepon selulernya Kabareskim Komjen Bambang Hendarso Dahuri. Telepon seluler Kabareskim diterima oleh ajundannya, Rachmat. Rachmat mengatakan, Kabereskim sedang bertemu dengan Wakapolri. Namun Rachmat enggan menjelaskan, tempat pertemuan Kabareskim dan Wakapolri karena mereka berdua telah meninggalkan Mabes Polri sejak Pukul 12.00 WIB. “Bapak Bambang Hendarso (Kabareskim Komjen Bambang Hendarso Dahuri, red) sedang bertemu Wakapolri melaporkan hasil gelar perkara illegal logging Riau,” kata Rachmat, Ajudan Kabareskim di Jakarta, Jumat (13/7).


Merasa belum mendapat penjelasan mengenai gelar perkara, riauterkini kemudian mencoba menghubungi telepon seluler Kapolda Riau Brigjen Sutjiptadi. Ponsel Kapolda Riau dinonaktifkan, dan hanya terdengar suara elektronik “maaf telepon tidak dapat dihubungi atau berada di luar service corverage are, cobalah beberapa saat lagi”. Seperti diketahui, gelar perkara kasus illegal logging di Riau yang digagas Bareskim Mabes Polri beberapa kali mengalami penundaan. Senin (9/7) lalu, Kabareskim menjadwalkan gelar perkara dengan mengudang Kapolda Riau Brigjen Pol Sutjiptadi serta Dirjen PHKA Dephut Arman Lolongan. Namun, gelar perkara tersebut gagal terlaksana karena Kapolda Riau mengikuti kegiatan Kapolri Jenderal Pol Sutanto di Padang, Sumatera Barat. Selanjutnya, gelar perkara kembali dijadwalkan pada Rabu (11/7) lalu. Gelar perkara tetap digelar tanpa dihadiri oleh Kapolda Riau dan Dirjen PHKA. Gelar perkara ini hanya berlangsung selama 30 menit, dari pukul 16.00 WIB dan berakhir pukul 16.30 WIB. Dalam gelar perkara ini, Kapolda Riau telah mengirimkan dokumen berwarna hijau sebagai informasi perkembangan mengenai penanganan kasus illegal logging di Riau, antara lain nilai kerugian, tersangka dan para saksi. Gelar perkara tersebut, sebenarnya tak lazim dilakukan oleh Bareskim Mabes Polri, dan tidak pernah digelar sebelumnya. Karena kasus illegal logging di Riau menjadi perhatian publik, nilai kerugian negaranya mencapai Rp 14 triliun, diduga melibatkan menteri kehutanan, gubernur Riau dan beberapa bupati di Riau, maka Kapolri memerintahkan Kabareskim menggelar gelar perkara. *** (ira)

Cukong & Illegal Logging: detikforum.com



jh_ta83 vbmenu_register("postmenu_53095", true);

Addict Member

Join Date: Oct 2007
Illegal Logging (Riau dan Kalimantan)

kasus Illegal logging sekarang lagi semarak dan hangat terjadi di Riau (sumatra) dan kalimantan. begitu banyaknya kasus-kasus yg melibatkan pemda, pemerintah, aparat, serta pengusaha. kasus ini sebenarnya tidak begitu sulit untuk ditangani, tertapi berhubung begitu kuatnya permaenan uang dan politik, kasus ini menjadi bergitu berbelit-belit yang pada akhirnya tanpa penyelesaian yang jelas, dan sebagian bukti bisa terhapus kerna waktu yang selalu di undur-undur. Riau dan kalimantan adalah sebagian daerah yang begitu kaya dgn Hutan Tropis, jika hutan ini habis dalam kurun waktu 20 tahun mendatang, akan memberikan dampak yang jelas,misalnya global warming,kepunahan flora dan fauna, dan terputusnya ekosystem dan rantai makanan. Kasus Illegal Logging di Riau sudah jelas-jelas sekali melibatkan aparat pemerintah propinsi dan kabupaten serta pengusaha, tetapi karna lambannya antisapi hukum oleh pemerintah, hal ini bisa di jadikan bagi mereka2 untuk membersihkan barang bukti. suap disana sini begitu marak dalam kasus ini.pemerintah, Kita sebagai rakyat biasa meminta hati nurani anda untuk mengungkapkan kasus ini secepatnya. jika tidak, rakyat akan ragu terhadap kaliber anda sebagai pemimpin bangsa yg bijak dan arif.


idku vbmenu_register("postmenu_55417", true)

Addict Member

Join Date: Oct 2007

bicara mengenai ilegal logging pasti berbicara mengenai penagangan wilayah perbatasan. sy menyoroti ilegal logging yg ada di kaltim dan kalbar yg berbatasan langsung dng sabah dan sarawak. perbatasan darat di wilayah itu sepanjang 1800 km (kurang lebihnya), utk wilayah malasial..perbatasan mereka ada jalur highway yg bagus sekali dan mungkin boleh jadi merupakan sarana guna dipakai dlm angkut kayu ilegal. sedang dikita tidak.ok , knp terjadi ilegal logging?dlm negeri::::1. lemahnya penegakan hukum2. keadaan sosial ekonomi pd masy perbatasan3. harga kayu murah & tenaga murah & lemahnya pengawasan di sekitar perbatasanluar negeri (malasial)1. cukong/tauke/rakyat malasial yg licik, yg memanfaatkan keadaan disekitar wilayah masy perbatasan2. adanya demand yg tinggi dr luar negeri akan kayu indonesia3. adanya bantuan secara politis dr pemerintah malasial, yakni adanya badan hardwood sdn bhd, yg mana fungsinya spt badan cukai...yg kebijakannya menghalalkan segala jenis kayu tak kita dari malasial atau bukan...yg mana ketika sudah bayar pajak dan dicap...maka kayu tsb dianggap produksi asli malasial dan bebas diperjualbelikanproses pengiriman kayu ilegal tsb bisa lewat darat atau sungai...lewat jalur darat akan banyak ditemui jalur tikus yg operasinya 24 jam non stop, sedang lewat sungai....diuntungkan krn arus air memang akan mengalir ke sarawak maupun sabah krn permukaannya lebih rendah....!ada yg bilang hasil kejahatan terselubung pemerintah malasial di bidang ini, hasilnya buat pembangunan di malasial...bayangkan tercatat pd th 2001 negara dirugikan Rp.30 trilyun .... dan disatu sisi kita dicap negara yg tidak becus melindungi lingkungannya dan malasial berhasil jadi negara yg ramah lingkungan krn hutannya dia utuh dan masih asri (licik bin picik)banyak yg susah menangkap pelaku kejahatan ini terutama dalangnya (cukong malasial) krn pemerintahan malasial melindungi mereka dng cakap.selain itu efek dr ilegal logging di kalimantan adalah pergeseran tapal batas yg menjorok ke wilayah indonesia (sungguh merugikan)ini adlah skenario malasial = cukong byr upah ke masyarakat perbatasan guna melancarkan aktivitas haram tsb, lalu cukong jg menyediakan barang2 kebutuhan pokok sehari2 yg sulit terjangkau oleh masy setempat krn jauh dan mahal. alhasil uang yg diupah k mereka habis dibelanjakan utk membeli barang2 kebutuhan dr produk malasial....jadi uang tidak berputar masuk ke dlm negeri...tp keluar lg masuk ke malasial !jadi memang dlm kasus ini, sedikit lebihnya pemerintah malasial ikut menunjang dlm kegiatan haram ini , selain pejabat kita yg juga korup ! tp malasial akan selalu menutup mata bahwa mereka tidak terlibat...yahh standar malasial lah.... mau paling benar sendiri dan selalu menjaga image nya yg (sok) suci di mata dunia walau dng cara apapun !

Kejagung: SP3 Kasus Illegal Loging di Riau Karena Kurang Bukti

Jakarta - Kasus Illegal Loging di Riau dinyatakan telah dihentikan atau dikeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Kejaksaan Agung beralasan, kasus tersebut kekurang bukti yang diberikan oleh penyidik kepolisian.

"Dalam kasus illegal logingkan kejaksaan kurang satu bukti, ndak bisa dipenuhi (oleh kepolisian) jadi, seolah-olah salah persepsi," kata Jaksa Agung Hendarman Supanji di Kejagung, Jl Sultan Hasanudin, Jakarta, Selasa (6/1/2009).menurut Hendarman, sejak awal, pihaknya sudah meminta alat bukti yakni saksi dari Departeman Kehutanan, atau saksi dari Departemen Lingkungan Hidup. Tetapi hal tersebut tidak bisa dipenuhi oleh pihak kepolisian selaku penyidik. Hal ini mengakibatkan jaksa tidak bisa menerima pembuktian karena kurang alat bukti dari yang harusnya dipenuhi polisi. "itu (alat bukti) wewenangnya penyidik," imbuhnya.
Lebih lanjut Hendarman menjelaskan, sejauh ini kasus tersebut hanya termasuk penebangan pohon tanpa ijin. Untuk unsur korupsinya, tambah Hendarman hal itu harus dilengkapi dengan bukti perbedaan kubikasi kayu dan adanya manipulasi."Masalahnya tidak ada alat bukti dari Departemen Kehutanan dan lingkungan hidup," tutupnya. (nov/ndr)

Polri Antisipasi Putusan Praperadilan Illegal Logging Riau (Pasca Kepergian Irjenpol Sutjiptadi)




Sabtu, 10/01/2009 21:20 WIB


Didit Tri Kertapati - detikNews

Jakarta - Langkah sejumlah lembaga swadaya masyarakat mempraperadilankan putusan SP3 kasus illegal logging Riau mendapat perhatian serius dari Mabes Polri. Pihak kepolisian lewat Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Bareskrim Mabes Polri melakukan antisipasi atas kemungkinan putusan praperadilan nanti."Itu mekanisme staf untuk mengkaji berbagai aspek penyidikan dan penegakkan hukum," ujar Direktur Tipiter Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Boy Salamudin ketika dihubungi wartawan, Sabtu (10/01/2009).

Menurut Boy, langkah pengkajian yang dilakukan oleh jajarannya belum final. Nanti pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Polda Riau dan pimpinan Bareskrim Mabes Polri untuk menentukan langkah berikutnya.
Boy menerangkan, kajian yang dilakukan jajarannya antara lain seputar penggunaan pasal-pasal atas kasus tersebut."Kemarin kan yang digunakan pasal-pasal lingkungan hidup dengan kehutanan. Kita mencoba dengan alternatif lain, ada tidak kemungkinan celah-celah hukum lain yang dapat digunakan kalau misalnya praperadilannya itu Polisi kalah," terang jenderal bintang satu tersebut.

Apakah berarti Polisi sudah berpikir kalah? "Kita kan kalau menghadapi sesuatu, kita menang atau kita kalah. Kalau menang bagaimana Kalau kalah bagaimana," kata Boy.

Namun Boy menolak untuk menerangkan perihal undang-undang apa yang akandigunakan nantinya. "Saya belum bicara teknis. Saya laporkan dulu, biar nanti Pak Kabareskrim (Komjen Pol Susno Duaji) yang menentukan," tandasnya. (ddt/sho)


*Kehancuran lingkungan hidup di Provinsi Riau semakin marak apalagi setelah Kapolda Riau dipegang oleh Brigjenpol. Hadiatmoko (gambar diatas), jauh berbeda dengan apa yang telah dilakukan oleh Irjenpol. Sutjiptadi dimasa sebelumnya!

Prakata dalam Disertasi Doktorku: Marissa Haque

Prakata dalam Disertasi Doktorku: Marissa Haque

Pembalakan liar/illegal logging marak terjadi di Indonesia. Khusus di Provinsi Riau, pembalakan liar/illegal loging berdampak negatif terhadap kelestarian lingkungan hidup, keanekaragaman hayati, serta kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Indikasi kerusakan lingkungan akibat pembalakan liar/illegal loging ini ditunjukkan dengan semakin meluasnya kejadian bencana alam semisal banjir badang, kekeringan, kehilangan spesies tumbuhan dan fauna, dan lain sebagainya. Upaya pemberantasan pembalakan liar/lllegal loging ini telah dilakukan sejak lama, namun belum dapat memberikan dampak jera terhadap para pelakunya karena instrumen hukum positif yang tersedia di Indonesia sampai dengan hari ini belum mampu secara maksimal menjerat mereka. Sehingga hingga kini pembalakan liar/lllegal loging masih marak terjadi secara hampir merata diseluruh Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis dampak pembalakan pembalakan liar/illegal loging terhadap kondisi ekologi, ekonomi, sosial di Provinsi Riau; (2) menganalisis sistem hukum yang tersedia di Indonesia terkait dengan pemberantasan pembalakan liar/illegal loging; serta (3) mendesain model kebijakan pemberantasan pembalakan liar/illegal loging yang efektif, efisien dan berkelanjutan dengan partisipasi aktif para stakeholders dibidang kehutanan, transparansi proses peradilan dari tingkat dasar sampai dengan Mahkamah Agung dibantu dengan dukungan perkembangan teknologi informasi.

Dengan terselesaikannya disertasi ini, penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada Prof.Dr.Ir. Dudung Darusman,MA selaku Ketua Komisi Pembimbing, serta kepada Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS, Prof.Dr.Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,MS, dan Prof.Dr. Daud Silalahi,SH dimana masing-masing selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan masukan dan arahannya sejak dari penyusunan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian, sampai dengan terselesaikannya penulisan disertasi ini. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan pahala beribu kali lipat kepada mereka semua dan menjadikan segenap ilmu pengetahuan yang ditransfer kepada penulis melalui Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor akan menjadi amal ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan pemberantasan pembalakan liar/illegal loging di Indonesia pada masa mendatang. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof.Dr.Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,MS dan Dr.Ir. Etty Riani,MS, masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor yang membuat mimpi penulis untuk menjadi seorang Doktor dari sebuah respectable university berbasis ilmu eksakta di IPB menjadi kenyataan.

Khusus kepada Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS, selaku Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB yang senantiasa memberikan arahan, motivasi serta dorongan terus-menerus kepada penulis khususnya pada saat dimana rasa percaya diri, semangat juang, menuju seorang intelektual civitas academica sejati terkait dengan proses penyelesaian disertasi ini sering berfluktuasi.

Yang sangat tidak pernah penulis lupakan adalah upaya dan keikhlasan hati Dr.Ir. Asep Saefuddin,MSc dan keluarganya, yang saat itu menjabat sebagai Purek IV Bidang Pengembangan Usaha IPB, dan Bapak Prof.Ir. Rokhmin Dahuri,MSc,PhD yang tanpa lelah terus meyakin diri penulis bahwa PSL-IPB adalah tempat kuliah yang pas bagi saya sebagai seorang legislatif untuk menyelamatkan bumi dari kerusakannya. Dan bahwa program Doktor di PSL adalah jurusan transdisiplin ilmu, sehingga memungkinkan saya dengan latar belakang ilmu hukum dapat mengikutinya. Dengan catatan asalkan lulus tes.

Khusus kepada tiga mutiara cinta penulis Drs. Ahmad Zulfikar Fawzi (Ikang Fawzi) serta kedua anakku Isabella Muliawati (Bella) dan Marsha Chikita (Kiki), terimakasih banyak untuk cinta, pengertian, dorongan semangat yang tak kunjung putus selama ini. Juga permohonan maaf atas sejumlah waktu kebersamaan berkualitas yang menjadi berkurang karena terpakai untuk riset kelapangan serta proses penyelesaian disertasi yang didalam melangkah tidak pernah sederhana.

Kepada (alm) Papa H. Allen Haque dan (alm) Mamaku R.Ay Mieke Soeharijah yang penulis yakini bibit spirit belajar dan kesukaan atas membaca serta mengoleksi buku, mengkliping berita, serta ‘memulung’ ilmu yang tak pernah berhenti, menurun, tumbuh dan berkembang pada diri penulis semenjak kecil sampai seumur sekarang.

Juga kepada Dato’ Fawzi Abdulrani the singing ambassador ayah mertua penulis dan ibu mertua penulis (alm) Ibu Setia Nurul Muliawati binti Mu’min yang selalu mendoakan kelancaran studi dan riset di IPB selama ini.

Tak lupa juga kepada yang setia Sekretaris penulis R.A. Menik Kodrat, Pak Didin Supirku, serta Bambang Jaim anak asuh penulis yang selalu mendampingi siang dan malam, serta dalam suka dan duka. Selalu tepat waktu dan tahan menderita bersama didalam menyiapkan segala fasilitas pendukung selama penyelesaian disertasi ini.

Kepada Bapak Jamal Gozi dan Bapak Riksa dari PT. Sarung Cap Gajah Duduk yang pertamakali tergerak hatinya untuk memberikan sponsor riset awal ke Provinsi Riau diawal tahun 2007. Dari sana, terkait dengan delik pidana pembalakan liar/illegal loging yang sangat marak serta tak terkendali, bersama konsorsium NGO Jikalahari (Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau) dan Walhi Riau alhamdulillah saya berhasil mengumpulkan banyak data primer dan sekunder. Saya merasa sangat tersanjung ketika Mas Santo sebagai Ketua Jikalahari serta seluruh jajaran tim diantaranya Mas Kaka (Khairiansyah), Mbak Ayu dan Mas Joni Mundung dari Walhi Riau dengan sangat bersahabat menerima saya dan tim untuk bergabung kedalam tim besarnya.

Termasuk kebaikan hati Wakil Gubernur Provinsi Riau asal PPP, Bapak H. Wan Abubakar yang sempat menjadi Gubernur Riau definitif selama tiga bulan dimasa transisi tahun 2008 lalu.

Yang saya sayangi adinda Rozi alias Oji dan Faisal Umar dari harian Tribun Pekanbaru/Persda/grup harian Kompas, yang dengan semangat tinggi selalu memberitakan seluruh kegiatan riset saya hampir dalam setiap kali kunjungan ke Provinsi Riau.

Serta pengahargaan sangat tinggi kepada para polisi teladan Indonesia beserta seluruh jajaran Mapolda Riau, mantan Kapolda Riau saat itu yang sekarang menjadi Gubernur Akpol (Akademi Polisi) di Semarang Bapak Irjen Pol Drs.Sutjiptadi,MM dan istrinya Ibu Ririek Sutjiptadi. Yang dengan penuh kekeluargaan merangkul saya dan tim riset dari unsur sub-element masyarakat didalam langkah besar Polda Riau menertibkan aktivitas pembalakan liar/illegal loging di Provinsi Riau. Berbagi data dan informasi dari hasil kerja optimal Polda Riau saat itu merupakan sebuah ‘kemewahan luar biasa’ bagi saya, mengingat dari sana fokus langkah saya didalam menetukan arah pertanyaan bagi data primer lainnya kemudian menjadi lebih mudah dan terarah.

Kepada Sekretaris Bidang Kepaniteraan MA RI (Mahkamah Agung Republik Indonesia) Bapak H.R.M Anton Suyatno,SH,MH dan mbak Ayu Verliani,SH yang pada detik-detik terakhir penulisan disertasi ini memberikan informasi tentang sistem IT yang segera pada tahun 2009 ini akan diimplementasikan. MA RI bersama PSHDK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan) yang diwakili oleh Mas Arya, SH, LLM berusaha memperbaiki image Mahkamah Agung yang selama ini minor dengan upaya menjawab tantangan zaman dengan instrumen IT, demi menuju Good Judicial Governance institusi peradilan tertinggi Indonesia selain MK (Mahkamah Konstitusi).

Yang saya kasihi Bunda Emilia Contessa dan Pak Usamah suaminya, fungsionaris PPP yang turut memberikan dukungan dana riset pada saat kondisi alokasi dana riset saya semakin menipis, lalu ternyata masih dibutuhkan sekali lagi untuk yang terakhir kali balik kembali ke Provinsi Riau. Kedatangan terakhir tersebut persis seminggu sebelum meninggalnya Pak Kajati Riau saat itu (alm) Djaenuddin,SH,MH. Upaya tersebut adalah untuk langkah konfirmasi penutup/final dalam re-in depth interview dengan Kajati Riau (Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Riau) terkait dengan pertanyaan saya yang belum terjawab tentang parameter yang dipakai oleh Kejaksaan disaat megeluarkan putusan: “… pelaku delik pidana pembalakan liar/illegal loging tidak dapat dibuktikan perbuatan melawan hukumnya.” Tanpa kedatangan saya terakhir tersebut, tak mungkin saya mendapatkan pandangan awal yang lumayan terbuka terkait crusial points dalam pembuktian delik pidana perbuatan melawan hukum (onrechtmatigheidsdaad) delik pidana pembalakan liar/illegal loging, yang selama ini diduga membuat berkas penyidikan prima Polda Riau harus dibuat menjadi sembilan kali bolak-balik antara Polri-Kejaksaan yang berujung antiklimaks dengan dikeluarkannya SP3 (Surat Perintah Pemberhentian Perkara) pada bulan Desember 2008 lalu.

Khusus kepada Ustad Ahmad Jaro salah seorang Mursyid Tasawuf saya dan asistennya Ketua Yayasan Hasbunallah Mas Tri beserta seluruh keluarga besar Yayasan Hasbunallah dari Kota Tanjung, Kalsel. Jazakillah khoir atas doa yang tak pernah berhenti dipanjatkan bagi keselamatan saya dan tim NGO, yang mendampingi selama berada dihutan Provinsi Riau. Dan juga dana urunan dari jamaah yang diam-diam selalu dimasukkan kedalam tas atau koper saya selama kunjungan spiritual ke Tanjung kemarin, sebagai ekspresi dukungan penuh atas upaya dan kerja keras saya didalam membantu NKRI memerangi pembalakan liar/illegal loging.

Yang terhormat Duta Besar RI di Belanda Bapak Fanny Habibie yang secara sangat surprise dengan segala kerendahan hati terketuk hati terdalamnya yang saya yakini dikirim oleh Allah SWT untuk menjawab doa panjang saya agar memperoleh kemudahan dana bagi pemenuhan ujian terbuka Doktor saya ini. Pak Fanny menelpon saya langsung dari KBRI di Wassenaar, Belanda tengah malam buta waktu Banten, dan keesokan siang dana hibah beliau langsung masuk kerekening saya dengan jumlah persis sama dengan kebutuhan prosedur administrasi ujian terbuka program Doktor PSL-IPB.

Yang terkasih keluarga besar PPP di Kalimantan Selatan, Bapak Gubernur Rudi Arifin dan Ketua DPRD Kalsel Bapak Saiful Tamliha yang juga membantu menambah biaya sponsor untuk ujian terbuka Doktor saya pada menit-menit terakhir dibutuhkan.

Yang membantu disaat tak terduga belakangan ini, Ketua Umum PPP Bapak Drs.H.Surya Dharma Ali,MSi dan istri Ibu Dra.Hj.Wardatul Asriah yang mendorong penulis agar serius menyelesaikan ujian akhir program Doktor ini agar bersegera dapat menambah jumlah kader intelektual PPP untuk bersama merancang kebangkitan ummat dalam waktu dekat ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang dengan ketulusan dan keikhlasannya telah membantu penyelesaian studi Doktoral di IPB ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan oleh anda semua kepada saya. Amin.

Semoga disertasi ini walau kecil dan sederhana dapat memberikan setitik sumbangsih harap langkah awal yang paling krusial dan paling jarang dilirik bagi penegakan hukum berdampak jera, untuk seluruh pelaku delik pidana pembalakan liar/illegal loging di Indonesia. Kedepannya Indonesia menunggu kedatangan seorang pemimpin ‘Ratu Adil’ yang ikhlas memberikan keberpihakan pikiran, hati, energi, dan pengaruh kewenangan keputusannya bagi perlindungan keseimbangan lingkungan hidup dan kelestarian hutan tropis Indonesia.

Bogor, April 2009.MARISSA GRACE HAQUE

Bunga Raflesia Khas Sumatra


Raflesia Khas Sumatra

Bunga Bangkai atau Raflesia ditemukan oleh Sir. Stamford Rafles.

Bengkulu,(ANTARA News) - Sebanyak lima calon bunga Raflesia (Raflesia sp) siap mekar di kawasan hutan Cagar Alam Taba Penanjung I register 79 tepatnya di Km 40 Jalan Raya Kepahiang-Kota Bengkulu.Dari pantauan, Rabu, lima calon bunga atau biasa disebut knop tersebut sudah diberi pagar oleh masyarakat setempat agar terlindung dari gangguan binatang liar dan manusia."Ada lima knop dan kami sudah beri pagar agar aman dan tidak terinjak,"kata Apri, warga setempat yang menemukan lima calon bunga tersebut.

Menurutnya dalam 10 hari atau 14 hari mendatang, salah satu dari lima kenop itu akan mekar karena bentuknya lebih besar. Sementara yang lainnya akan menyusul sehingga para pengunjung tidak bisa melihat lima kembang tersebut mekar bersamaan. Sebelumnya, satu bunga Raflesia juga mekar di lokasi yang sama namun saat ini sudah berubah warna menjadi hitam dan mulai membusuk.

"Warna awalnya kuning kemerahan, kemudian merah cerah lalu berubah menjadi hitam dalam tempo 10 sampai 14 hari," katanya. Anggota Tim Peduli Puspa Langka Tebat Monok Kabupaten Kehapiang, Holidin, mengatakan kawasan Cagar Alam Taba Penanjung I dan II serta kawasan hutan di sekitarnya merupakan habitat asli bunga Raflesia.Kelompok tersebut sudah melakukan pemagaran terhadap lokasi yang banyak ditumbuhi inang bunga Raflesia yaitu jenis Liana (Tetra stigma).

"Karena bunga itu hanya mucul melalui tumbuhan inangnya, jenis Liana ini, tanpa inang Raflesia tidak bisa tumbuh,"katanya. Lokasi tumbuhnya inang yang berdekatan membuat pihaknya tidak kesulitan melakukan pemeliharaan dan penjagaan jika bunga sudah muncul.(*)Sumber:

ANTARA News (Rabu, 9 September 2009 09:56 WIB)

BEM Universitas Riau & UIN bersama Marissa Haque Diskusi Pemberantasan Illegal Logging


PEKANBARU, TRIBUN

Puluhan mahasiswa dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Riau, BEM Unri dan UIN terlihat menunggu kedatangan rombongan Marissa Haque ke sekretariat di Jalan Bangau Sakti Panam, Selasa (24/6). Di ruangan yang sederhana, mereka menerima rombongan Marisa yang bersilaturahim dengan mahasiswa Riau ini. Marissa yang memboyong langsung dua wartawan infotainmen yakni Kisah Informasi Seputar Selebritis (KISS) Indosiar dan Bibir Plus SCTV ini langsung melakukan syuting dengan background mahasiswa Riau tersebut.

Layak seorang dosen, istri Ikang Fawzi itu berceramah di depan para mahasiswa. Marisa lebih banyak bercerita tentang hukum, politik, dan keterkaitan langsungnya dengan kerusakan lingkungan hidup khususnya di Provinsi Riau. Sebagai sarjana hukum dan seorang politisi Marisa lebih banyak menjabarkan makna kedua istilah tersebut.

Memberantas Illegal Logging: Timpakul dalam Marissa Haque


Memberantas illegal logging, terlalu banyak inisiatif, beratus kali pertemuan belum juga menyelesaikan akar permasalahan.

Over capacity and economic gap, pemerintah lebih berpihak pada pemodal, dan kelompok rakyat berada dalam lingkaran keterpaksaan. Memilih tidak makan hari ini atau bencana di masa datang. Kehidupan mendatang menjadi urusan generasi kemudian. Menghapuskan kayu tak legal, harus dari akar, bukan dengan memangkas cabang bahkan hanya ranting.

Leadership dalam Pemberantasan Illegal Logging: Marissa Haque





By and large, attempts to combat the illegal logging have been made by both government and civil society organization; nonetheless, the practices of illegal logging in the Indonesian province of Riau, up to present, remain increasingly occurred. This study particularly aims at designing a policy model. An effective and efficient way to combat illegal logging is conducted with participative method. Using numerous analyses, the system of policy formulation was conducted to find out the determinant factors on how to effectively and efficiently combat the illegal logging. The analyses used encompasses: the analysis of illegal logging towards ecological, economical, social, institutional aspect as well as the analysis of law system and policy in combating the illegal logging carried out recently, and the analysis of stakeholder assessment. The priority given for the policies set to combat the illegal logging, respectively, are: the consistency in natural resources and ecology law system starting from the central government to the regional government level, institutional establishment and empowerment for one stop management of natural resources and ecology ranging from the central government to the regional government level, law enforcement which is transparent, equitable and capable of ridding the illegal loggers of a cumbersome burden, and the implementation of information and communication technology in forest resources management and the increase of society participation in managing forest conservation through the skills and knowledge enhancement on environmental issues.

Key words: policy, illegal logging, stakeholder, policy priority

Tidak Jadi Legislatif Tidak Jadi Masalah Besar: Marissa Haque


INILAH.COM, Jakarta – Meski tercatat sebagai caleg di Pemilu 2009, Marissa Haque memilih untuk berkampanye tentang keselamatan bumi ketimbang mempromosikan diri di hadapan konstituennya. Itu sebanya politisi Partai Persatuan Pembangunan ini mengaku lebih suka bicara soal lingkungan daripada politik.

Oleh: Arief Bayuaji [Inilah.Com]
Marissa Haque

Jadi nggak jadi caleg (calon legislatif, red), tidak saya permasalahkan,” jelas Marissa, seusai peluncuran buku Bertahan di Bumi: Gaya Hidup Menghadapi Perubahan Iklim karya Fachruddin M. Mangunjaya, di Gedung Rektorat, Lantai 4, Universitas Nasional Jakarta, Pasarminggu, Jakarta, Selasa (18/11). Marissa Haque yang kini tercatat sebagai caleg PPP bernomor urut 2 di Derah Pemilihan Jawa Barat 1 (Cimahi dan Bandung) merasa tak perlu terlalu memikirkannya. “Bukan saya nggak optimis. Tapi, untuk saya, berbuat baik itu kan bisa dengan cara apa pun. Seperti dengan mengajar, ramah terhadap lingkungan, dan aktivitas lain-lainnya.”

Marissa pun kini lebih fokus dengan mengurus keluarga, mengajar, dan menjalani program doktor S3 bidang Lingkungan Hidup di Institut Pertanian Bogor. “Selain kesibukan itu, saya lebih konsentrasi terhadap nasib kelangsungan bumi kita. Saya ingin menggugah siapa pun, untuk menyelamatkan bumi. Saya tidak bisa memungkuri, bumi adalah masa depan kita semua. Kalau tidak kita jaga, bumi akan habis dan musnah.”
Marissa mencontohkan banyaknya hutan-hutan yang digunduli. “Banyak hutan yang dirusak. Sudah tidak ada habitatnya lagi. Mulai dari tumbuhan sampai hewan. Dampak global nantinya, ya, bikin bumi hancur. Ini sangat menyedihkan,” kata Marissa.

Kenyataan itulah yang akhirnya menggugah Marissa untuk mengajak siapa pun melakukan penyelamatan bumi dengan mulai melakukan sesuatu dari yang paling kecil.

“Bisa dengan menghemat listrik, membuang sampah ditempatnya sesuai organik atau non-organik, menanam dan memelihara pohon dan lain-lainnya. Semuanya dimulai dari diri sendiri, baru keluarga, tetangga, teman sampai nantinya bersama komunitas yang lebih besar,” tutup Marissa.

Bersama KAMMI Riau, Marissa Haque Mengajak Lawan Illegal Logging

Marissa Haque Mangajak Melawan Illegal Logging di Provinsi Riau

Selasa, 24 Juni 2008 21:12

Marissa Haque Menemui KAMMI Riau, Mengajak Menolak Cagub yang Terindikasi Melakukan Pidana Illegal Logging di Provinsi Riau. Mantan politisi PDIP Marisa Haque berkunjung ke sekretariat KAMMI Riau. Dalam kesempatan itu ia mengajak masyarakat Riau menolak Cagub/Cawagub yang terkait illegal logging.

Riauterkini-PEKANBARU-Tak berujungnya penuntasan kasus illegal logging (ilog) di Riau memicu kritikan dari berbagai pihak. Diantaranya keluar dari lisan seorang artis terkenal, Marisa Haque. Dalam acara silaturahimnya ke sekretariat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Riau (24/6), Marisa menghimbau masyarakat Riau untuk tak lagi memilih Cagub yang terlibat ilog. Menurutnya, ini sangat merugikan masyarakat Riau. Karena banyaknya hutan ditebang hanya akan memperkaya segelintir birokrat. “Dampak kejahatan illog sangat luar biasa bagi bangsa ini. Kejahatan ini sangat sistematis, dan berhubungan erat dengan sistem. Untuk itu, dalam Pilgub nanti masyarakat Riau harus selektif, jangan memilih Cagub yang terlibat illog” ujar Marisa kepada forum yang terdiri dari LSM Jikalahari, mahasiswa dan media massa nasional dan daerah.

Menanggapi himbauan Marisa, Ketua KAMMI Riau Effendi Muharram telah berencana untuk mengumpulkan tandatangan di atas spanduk yang berisi kriteria politisi busuk, diantaranya yang kompromi dengan pelaku ilog. “Kita telah merencanakan ke depannya untuk mengumpulkan tandatangan dari masyarakat, agar tidak memilih politisi busuk. Untuk ini kita akan galang kekuatan dari lembaga mahasiswa, terutama BEM se-Riau. Dalam spanduk itu kita akan cantumkan kriteria-kriteria politisi busuk, salah satunya yang tidak tegas terhadap pelaku illog”, ujarnya kepada forum acara.
Marisa juga berulang kali menyinggung tentang kondisi masyarakat Riau. Menurutnya, keadaan masyarakat sangat tidak bekesesuaian dengan potensi yang dimiliki Riau sendiri.


“Miris ketika saya mengetahui rupanya Riau salah satu provinsi yang angka kemiskinannya layak untuk dikhawatirkan. Apalagi Riau dengan potensi yang dimilikinya seharusnya dapat memakmurkan. Ini tak lain indikasi kemiskinan yang sistematis (by design)” Paparnya dengan antusias. Sebagaimana yang diketahui, kunjungan Marisa ke Riau dalam rangka menuntaskan disertasi S3 nya, yang mengambil masalah penuntasan illegal logging. Dalam kunjungannya kali ini, Marissa Haque juga menemui Kapolda Riau, LSM Jikalahari dan Walhi Riau.



***(Rls)

Marissa Haque: Forum Previlegiatum untuk Illegal Logging di Provinsi Riau


(Tulisan Bersambung Hukum: 1)


Forum Previlegiatum untuk Illegal Logging di Provinsi Riau

Sumberdaya hutan dengan potensi manfaatnya yang bersifat tangible dan intangible memberikan kontribusi penting terhadap pembangunan dan kehidupan masyarakat, misalnya dalam menyediakan hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu (HHBK), dan jasa lingkungan. Nilai manfaat hutan tidak hanya nilai manfaat ekonomi, tetapi juga memiliki nilai manfaat sosial dan perlindungan ekosistem. Astana et.al. (2002) menyatakan bahwa peranan ekonomi kehutanan ditunjukkan oleh kontribusi manfaat pengusahaan hutan dalam peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja, dan nilai tambah serta peningkatan pertumbuhan ekonomi. Devisa negara dari produk hasil hutan selama periode 1991-2001 berkisar US$ 3,46-5,43 miliar dengan laju peningkatan sebesar 5-10% per tahun yang dihitung berdasarkan nilai ekspornya (Santoso, 2008). Lebih lanjut Santoso (2008) menyebutkan bahwa nilai devisa produk hasil hutan pada periode tahun 1990-1997 mencapai 30% dari nilai ekspor industri nasional, sedangkan pada saat tahun 1998-2002 nilai devisa hutan sebesar 12% dari total produk industri. Selain nilai ekonomi tersebut, sumberdaya hutan juga memberikan kontribusi dalam menyediakan jasa lingkungan yang nilai keberadaan dan fungsinya sangat penting dalam menyangga kehidupan masyarakat misalnya jasa lingkungan air, penyerapan karbon, dan rekreasi alam.

Hutan Indonesia merupakan bagian penting dari paru-paru kehidupan dunia, sehingga kelestarian hutan Indonesia tidak hanya menjadi kepentingan bangsa Indonesia semata namun juga menjadi kepentingan bangsa-bangsa di seluruh dunia (Poernama, 2006). Luas kawasan hutan di 30 provinsi di Indonesia berdasarkan Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan pada tahun 2007 mencapai 112,3 juta ha, sedangkan luas kawasan hutan di tiga provinsi lainnya (Riau, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Tengah) masih mengacu kepada Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) mencapai 24,76 juta ha yang terdiri dari 15,30 juta ha kawasan hutan di Kalimantan Tengah dan 9,46 juta ha kawasan hutan di Riau dan Kepuluan Riau (Badan Planologi Nasional, 2007). Hutan ditiga wilayah tersebut saat ini berada dalam kondisi sangat kritis. Said (2008) mengemukakan, bahwa kawasan hutan yang terdegradasi di Indonesia mencapai hingga 59, 62 juta ha yang disebabkan oleh aktifitas pembalakan liar/illegal logging dan konversi kawasan hutan menjadi perkebunan sawit dan karet juga kebakaran hutan. Laju degradasi hutan di Indonesia pada periode 1982-1990 mencapai 0,9 juta ha/tahun, periode 1990-1997 mencapai 1,8 juta ha/tahun, periode 1997-2000 mencapai 2,83 juta/tahun, serta periode 2000-2006 mencapai 1,08 juta ha/tahun.

Akibat degradasi lahan dan deforestasi yang terjadi, hutan primer yang masih tersisa di Indonesia diperkirakan hanya tinggal 28% dari luas hutan yang ada. Skephi (2007) menyebutkan bahwa berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2006, penutupan lahan berhutan di Jawa tinggal 19%, Kalimantan 19%, dan Sumatera 25%, sehingga jauh di bawah angka 30%, yakni luas hutan minimal di suatu pulau yang disyaratkan oleh undang-undang. Sedangkan hutan tersisa yang berada di atas tingkat tersebut adalah Papua (71%), Sulawesi (43%), dan Bali (22%). Salah satu penyebab utama dari terjadinya degradasi lahan dan deforestasi tersebut adalah praktek pembalakan liar/illegal logging yang terjadi hampir merata disemua wilayah Indonesia, selain karena alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit dan kebakaran hutan.
Semakin berkurangnya tutupan hutan mengakibatkan sebagian besar kawasan wilayah Republik Indonesia menjadi kawasan yang rentan terhadap bencana ekologis (ecological disaster) – seperti bencana kekeringan, banjir maupun tanah longsor.
Media Indonesia (2008) menyebutkan bahwa berdasarkan informasi dari Bakornas Penanggulangan Bencana, sejak 1998 hingga pertengahan 2003, tercatat telah terjadi 647 bencana di Indonesia akibat kerusakan hutan dengan 2.022 korban jiwa dan miliaran kerugian dalam rupiah. Sebesar 85% dari seluruh bencana yang terjadi tersebut merupakan bencana banjir dan tanah longsor.

Sementara itu menurut data Walhi, selama 2006-2007 tercatat telah terjadi 840 kejadian bencana alam yang telah menelan korban 7.303 jiwa meninggal dan 1.140 dinyatakan hilang. Sedikitnya tiga juta orang menjadi pengungsi dan 750 ribu unit rumah rusak atau terendam banjir. Selain itu, keanekaragaman kekayaan flora dan fauna Indonesia (bio diversity) semakin berkurang setiap tahunnya dan mengakibatkan rakyat yang tinggal di sekitar hutan dimana selama hidup mereka menjadikan hutan sebagai tempat penyedia makanan dan obat-obatan oleh karena dampak kegiatan pembalakan liar/illegal logging maka tempat hidup bagi sebagian besar rakyat Indonesia jadi semakin sempit.

Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang laju degradasi hutan akibat pembalakan liar/illegal loging tergolong tinggi. Selama dua puluh tahun terakhir kerusakan hutannya mencapai 3,7 juta ha dari 8.598.757 ha penutupan lahan berupa hutan. Kawasan hutan di Provinsi Riau berdasarkan TGHK terdiri dari hutan lindung (HL) seluas 390.000 ha, kawasan suaka alam dan pelestarian alam (KSPA) daratan seluas 410.908 ha, hutan produksi terbatas (HPT) seluas 1.960.128 ha, dan hutan produksi tetap (HP) seluas 1.873.632 ha. Saat ini kondisi hutan alam di Provinsi Riau sudah sampai pada kondisi yang sangat memprihatinkan dimana luasan hutan alam yang tersisa sekitar 1 juta ha (Bappedalda Riau, 2005).

Data FWI/GFW (2001) menunjukkan bahwa hutan di Provinsi Riau yang terdegradasi mencapai 2.671.417 dan yang sudah gundul mencapai 1.705.401 ha. Proses deforestasi dan degradasi hutan alam di Provinsi Riau berlangsung sangat cepat. Selama kurun waktu 24 tahun (1982-2005) Provinsi Riau sudah kehilangan tutupan hutan alam seluas 3,7 juta ha. Pada tahun 1982 tutupan hutan alam di Provinsi Riau masih meliputi 78% (6.415.655 ha) dari luas daratan Provinsi Riau 8.225.199 ha (8.265.556,15 ha setelah dimekarkan). Hingga tahun 2005 hutan alam yang tersisa hanya 2.743.198 ha (33% dari luas daratan Riau). Dalam kurun waktu tersebut Provinsi Riau rata-rata setiap tahun kehilangan hutan alamnya seluas 160.000 ha/tahun (Walhi, 2007). Dengan demikian selama 24 (duapuluh empat) tahun kawasan hutan Provinsi Riau mengalami degradasi sebesar 57%. Diperkirakan tingkat kerusakan sesudah tahun 2004 dan 2005 seluas 200.000 ha. Dengan kondisi tersebut, diperkirakan kawasan hutan Riau tahun 2015 hanya tinggal seluas 476.233 ha (FKPMR, 2007). Data citra satelit landsat Dinas Kehutanan Provinsi Riau tahun 2007 menunjukkan bahwa hutan lindung di Riau yang rusak mencapai 108.000 ha atau sekitar 50%. Kawasan yang rusak tersebut terdapat di 14 hutan lindung di Provinsi Riau. Kerusakan terparah dialami hutan lindung di Kabupaten Rokan Hulu yang tidak berbentuk hutan lagi. Kerusakan di kabupaten ini mencapai 41.288 ha dari 67.573 ha hutan lindung yang ada.

Konversi skala besar lahan hutan menjadi dua peruntukan: (1) yakni untuk pembangunan perkebunan besar kelapa sawit yang saat ini telah mencapai 2,7 juta ha, dengan target pertambahan luas 8,02% pertahun sampai mencapai luas 3,1 juta ha benar-benar merupakan faktor utama penyebab kerusakan terbesar hutan alam di Provinsi Riau; dan (2) pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan sebagiannya dipasok dari hutan alam untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku bubur kertas (pulp) dan kertas PT. RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper) dan PT. IKPP (Indah Kiat Pulp and Paper). Provinsi Riau merupakan pusat percepatan pembangunan hutan tanaman industri (HTI) secara nasional. Lebih dari 50% program percepatan HTI berlokasi di provinsi tersebut adalah dengan luasan 1,6 juta ha. Dari luas hutan produksi di Riau yang mencapai 4,1 juta ha, hampir 40% adalah merupakan areal HTI. Hampir 70% dari deforestasi merupakan areal hutan produksi yang secara hukum dapat dikonversi untuk kepentingan budi daya non-kehutanan. Data di Departemen Kehutanan itu menunjukkan luas areal hutan produksi yang dapat dikonversi di wilayah Riau dalam kondisi masih berhutan mencapai angka 982.620 ha (FKPMR, 2007). Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, sumberdaya hutan menjadi alternatif sumber pendapatan daerah. Apabila tidak dikendalikan, dari segi perlindungan hutan tentunya sangat mengkhawatirkan, karena hal tersebut berarti daerah dapat mengeksploitasi sumberdaya hutan sebanyak-banyaknya untuk meningkatkan pendapatan daerah.

Berbagai perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah didorong oleh adanya keinginan untuk memanfaatkan semaksimal mungkin sumberdaya hutan yang ada di daerahnya. Adanya kebijakan perizinan di daerah yang tidak sesuai dengan peraturan pengelolaan hutan di atasnya mencerminkan adanya tumpang tindih kebijakan antara pemerintah dan pemerintah daerah atau tarik ulur kewenangan yang disebabkan oleh adanya inkonsistensi atau insinkronisasi peraturan antara pusat dan daerah. Kondisi ini diperparah dengan adanya perbedaan kepentingan yang berdampak pada perbedaan orientasi kebijakan antara pemerintah dan pemerintah daerah, sehingga akan menghambat proses penegakan hukum terhadap kejahatan pembalakan liar/illegal logging.

Berdasarkan Inpres No. 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Ilegal Di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Polda Riau telah melakukan operasi pemberantasan pembalakan liar/illegal logging di wilayah Provinsi Riau. Upaya penegakan hukum tersebut di awal tahun 2007 menimbulkan polemik yang berujung antiklimaks dengan dikeluarkannya SP-3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara) pada 23 Desember 2008 oleh Kepolisian Daerah Riau dibawah kepemimpinan Kapolda yang berbeda. Sehingga dari pihak Polri sebagai Alat Negara Penegak Hukum sendiri terkesan telah terjadi internal dispute oleh karena diduga terjadi perubahan instruksi dari Kepala Negara yang juga sekaligus Kepala Pemerintahan cq Presiden Republik Indonesia.

Kasus ini pada awal operasi tim Ilegal Logging Mabes Polri dan Departemen Kehutanan diawal tahun 2007, menyeret 14 (empat belas) perusahaan perkayuan milik PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dan PT. Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP). Tujuh buah perusahaan datang dari kelompok PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP); yaitu PT. Madukoro dan PT. Nusa Prima Manunggal (NPM) di Kabupaten Pelalawan, PT. Bukit Batubuh Sei Indah (BBSI), PT. Citra Sumber Sejahtera (CSS), dan PT. Mitra Kembang Selaras (MKS) di Kabupaten Indragiri Hulu, PT. Merbau Pelalawan Lestari (MPL) dan PT. Nusa Prima Manunggal (NPM). Serta tujuh perusahaan dari kelompok PT. IKPP yaitu; PT. Arara Abadi, PT. Bina Duta Laksana (BDL) PT. Rimba Mandau Lestari (RML), PT. Inhil Hutan Pratama (IHP), PT. Satria Perkasa Agung (SPA), PT. Wana Rokan Bonay Perkasa (WRBK), dan PT. Ruas Utama Jaya (RUJ) ditetapkan sebagai tersangka dalam pembalakan liar/illegal logging di Provinsi Riau. Proses pemberkasan perkara selama hampir dua tahun berproses. Berdasarkan keterangan tim ahli dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Departemen Kehutanan pada akhirnya dibulan Desember 2008 dianggap kurang cukup bukti perbuatan melawan hukumnya. Sehingga harus diputuskan untuk dikeluarkannya SP-3 atas 13 dari keseluruhan 14 berkas kasus yang ditangano Polda Riau yang menyangkut dugaan delik pidana pembalakan liar/illegal loging tersebut diatas. Kesimpulan tim ahli pertama dari KLH menyatakan bahwa di Provinsi Riau selama ini tidak ada kerusakan lingkungan. Sementar tim ahli kedua dari Departemen Kehutanan menyimpulkan bahwa 13 dari 14 perusahaan tersebut mengantongi izin – artinya selama ini mereka telah melakukan seluruh upaya yang sebelumnya diduga adalah aktivitas pembalakan liar/illegal logging oleh Polda Riau yang akhirnya dinyatakan sah berdasarkan hukum. Kecuali PT. Ruas Utama Jaya (RUJ) anak perusahaan PT. IKPP yang diangap secara nyata tidak memiliki izin dan memenuhi unsur pembalakan liar/illegal logging karena membangun kanal (parit) didalam hutan lindung yang terbukti sah melakukan unsur perbuatan melawan hukumnya (onrechmatigheids beleid). Uraian sebelumnya menunjukkan bahwa pada kasus Provinsi Riau ini telah terjadi permasalahan inkonsistensi dan insinkronisasi antara kebijakan perlindungan hutan dengan pengusahaan hutan di Indonesia. Dari sana mulai dapat diukur belum terimplementasi dengan baik dan efektifnya seluruh kebijakan pemerintah Indonesia terkait dengan pemberantasan pembalakan liar/illegal loging didalam sebuah kesatuan yang holistik dan integrated.

Tingkat degradasi dan deforestasi hutan di wilayah tersebut sudah sangat memprihatinkan serta telah mendatangkan bencana ekologis. Diperlukan upaya terobosan hukum khusus yang harus dilakukan oleh elit pemegang kekuasaan negara dan pemerintahan tertinggi negeri ini. Terkait dengan hal tersebut diatas, apabila peraturan perundang-undangan yang bersifat lex specialis tidak mampu menanggulangi delik pidana tertentu semacam masalah pembalakan liar/illegal logging ini, maka pemerintah dalam hal ini Kepala Pemerintahan yang juga sekaligus Kepala Negara yaitu Presiden RI dapat melakukan intervensi apabila para pembantunya yaitu Alat Negara Penegak Hukum yaitu Polri dan Pengacara Negara yaitu Kejaksaan telah memberlakukan Asas Subsidiaritas dari UU Kehutanan No. 49 Tahun 1999 menjadi penggunaan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, termasuk upaya implementasi Asas Ultimum Remidium dan Asas Premum Remidium namun masih juga belum berhasil. Itulah saatnya dengan alasan “kondisi yang genting” dan “telah terjadi keresahan yang sangat luas dan merata ditanah air”, Kepala Negara yang juga sekaligus Kepala Pemerintahan dapat menggunakan hak prerogatifnya sebagai seorang Presiden untuk melahirkan usulan Perppu (Peraturan Pengganti Undang-undang) yang dilakukan bersama dan atas persetujuan DPR RI dan atau sekaligus dengan memerintahkan dikeluarkannya Kepres (Keputusan Presiden) yang besifat beshicking/terminate/pemutus. Bukan lagi sejenis Inpres (Instruksi Presiden) seperti didalam hal Inpres No. 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Ilegal Di Kawasan Hutan dan Peredarannya Diseluruh Wilayah Republik Indonesia, yang sudah cukup baik namun terbukti tidak efektif. Dalam kenyataannya, sebuah inpres saja tidak cukup karena tidak memiliki sifat beschicking/terminate/pemutus[1] itu tadi. Karena tidak adanya unsur sifat tersebut itulah karenanya diperlukan sebuah terobosan hukum lainnya. Hal seorang Presiden selaku Kepala Negara dan sekaligus Kepala Pemerintahan mengeluarkan Kepres dan mengusulkan Perpu dimungkinkan oleh UUD 45. Karena dampak negatif pembalakan liar/illegal loging ini sangat mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan hidup dan sudah menimbulkan keresahan tinggi dimasyarakat luas.

Terkait dengan hal tersebut Presiden selanjutnya dapat meminta kepada lembaga-lembaga negara di bidang penegakan hukum untuk menindak tegas pelaku pembalakan liar/illegal loging langsung dengan pengenaan pasal pidana terkait deforestasi dan degradasi lingkungan hidup yang dikeluarkannya dengan pengawasan terbuka bagi umum dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat luas Indonesia dengan bantuan sistem TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi).

Selain itu pada tatanan below the line pasca diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka terkait dengan kebijakan-kebijakan lainnya dari hukum positif Indonesia, demi menunjang pemberantasan pembalakan liar di Provinsi Riau perlu koordinasi penegakan hukum secara efisien dan efektif terkait dengan telah dikeluarkannya Inpres 4 Tahun 2005 tadi memberlakukan law enforcement yang terbuka serta berkeadilan untuk menjerat pelaku delik pidana tersebut dengan perlibatan aktif seluruh anggota DPRD tingkat satu dan dua (Provinsi dan Kabupaten/Kota) termasuk elemen masyarakat luas didaerah setempat. Jika selama ini kendala utama yang dihadapi pihak Kejaksaan diakui terkait dengan sulitnya pengenaan pasal-pasal yang pas bagi pembuktian perbuatan melawan hukum (onrechtmatigheids beleid), dan dipihak lainnya Polri juga mengalami kesulitan didalam melakukan penyidikan para oknum Kepala Daerah maupun Menteri yang telah terindikasi melakukan delik pidana lingkungan hidup dan pembalakan liar/illegal loging tersebut, dimana mereka tidak dapat tersentuh hukum karena selalu bersembunyi dibalik kekuatan laten ‘Menunggu Izin Presiden’ (Forum Previlegiatum). Maka pada level inilah seorang Presiden yang bertanggung jawab wajib memberikan intervensi dengan membiarkan mereka para oknum birokrat tersebut berhadapan langsung dengan penegakan hukum positif Indonesia tanpa pilih kasih – equality before the law – tanpa semata mempertimbangkan kepentingan kemenangan politik jangka pendek juga sekaligus guna memperpendek jalur aktivitas oknum pelaku praktek jaring mafia peradilan Indonesia. Sehingga izin Presiden yang selama ini diduga sebagai ‘lubang persembunyian’ (bunker) para pelaku berbagai delik pidana mendapatkan dampak jera untuk kemudia tidak perlu terjadi lagi dikemudian hari atas hal yang sama.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka diperlukan suatu kajian yang konprehensif dan sistemik atas faktor-faktor apa saja yang selama mempengaruhi terjadinya aktivitas pembalakan liar/illegal logging dan dampaknya terhadap aspek ekologi, ekonomi, dan sosial termasuk siapa saja aktor dan stakeholder yang dapat memberikan kontribusi signifikan bagi efektifnya percepatan pemberantasan pembalakan liar/illegal logging yang sangat meresahkan ini. Kajian kebijakan dan sistem hukum pemberantasan pembalakan liar/illegal logging ini menjadi signifkan untuk dikaji sebagai pendekatan yang diharapkan dapat menjamin kelestarian lingkungan hidup dengan fokus pada sumberdaya hutan tropis di Indonesia sebagai hulu dari masalah-masalah yang terjadi dihilir dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan/sustainable development. Termasuk pengembangan kebijakan dan perbaikan sistem hukum serta implementasinya (law enforcement) atas para pelaku delik pidana lingkungan hidup dan pembalakan liar/illegal loging.


Penggalan Disertasi Marissa Haque Fawzi.

[1] Anna Erliana (2005), Guru Besar Hukum Tata Negara, Pasca Sarjana FH-Universitas Indonesia, Saksi Ahli Peradilan TUN (Tata Usaha Negara)

This entry was posted on Sunday, August 30th, 2009 at 00:36

Sumber: http://marissahaque.blogdetik.com/

Sabtu, 19 Desember 2009

Marissa Haque: Jadilah Burung Ababil yang Mengalahkan Pasukan Gajah

Sumber: http://www.sinarharapan.co.id/berita/0602/13/nus05.html


OlehWeb Warouw

JAKARTA - Tidak mudah memang untuk sungguh-sungguh berjuang bagi perubahan dan kepentingan rakyat. Namun bagi Marissa Haque Fawzy, semua halangan adalah tantangan bagi kesungguhan dan keyakinan akan kebenaran perjuangan. Walau tidak mendapat dukungan dari partainya (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan/PDIP), baik di pusat maupun di daerah, Marissa tetap berkeras untuk maju dalam pencalonan Gubernur Banten. Persoalan Indonesia, menurut artis dan sutradara ini, adalah sumber daya manusia rendah dan kelaparan di mana-mana. Di samping itu, kemampuan untuk menghadapi bencana alam yang terus-menerus tidak terkoordinasi dengan baik. Early Warning System belum dapat berfungsi dengan baik. “Pemerintah dan kita semua harus sadar bahwa ekosistem Indonesia sangat rentan, karena transisi perbaikan birokrasi dari pusat sampai daerah berjalan lambat. Seharusnya, kita terus konsisten membersihkan birokrasi dari pusat sampai tingkatan desa, bukan hanya berhenti di Jakarta. Hanya dengan demikian pelayanan publik dapat kita tingkatkan. Bencana alam, kemiskinan, kelaparan, penyakit adalah metafora dari para birokrat yang ada. Ini warning dari the almighty,” jelasnya pada SH beberapa waktu lalu.

Perempuan yang lahir di Balikpapan, 15 Oktober 1962 ini, telah merintis karier politiknya sejak menjadi anggota DPR dari PDIP. Sebagai anggota dewan, Marissa ikut mempelopori pembongkaran Dana Abadi Umat (DAU) Departemen Agama yang telah menyeret mantan Menteri Agama, Said Agil Al Munawar, ke meja hijau dan penjara. Marissa juga aktif menentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan penolakan impor beras. Dua yang terakhir ini memang tidak berhasil. “Tapi perjuangan tidak boleh berhenti, karena rakyat semakin menderita. Kita tidak boleh kalah dengan keadaan sesulit apapun, karena harapan tetap akan ada dari Allah,” kata ibu dari Bella (18) dan Kiki (17) ini.


Kabarnya, PDIP lebih condong mencalonkan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Banten Atut Chosiyah dalam pertarungan pemilihan kepala daerah (pilkada) nanti. Marissa tetap yakin bahwa rakyat Banten sangat merindukan perubahan nasib ekonomi dan politik. “Bisa dibayangkan kondisi pendidikan dan kesehatan rakyat Banten yang sangat rendah dibanding provinsi lain, padahal provinsi ini sangat kaya sumber daya alam dan manusianya. Aneh memang kalau partai mencalonkan orang lain, namun itu kenyataan politik di negeri ini,” jelas Marissa. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Pramono Anung ketika dikonfirmasi menjelaskan bahwa saat ini PDIP masih dalam taraf pendaftaran bakal calon secara internal untuk diseleksi dan siapa yang dicalonkan tergantung dari dukungan akar rumput dan struktur partai. “Bagi semua kader yang memenuhi persyaratan dipersilakan ikut dalam proses internal ini, tidak akan ada larangan,” jelas Pramono. Namun sumber SH di PDIP menjelaskan bahwa PDIP tidak akan mendukung pencalonan Marissa menjadi Gubernur Banten. “Sampai saat ini PDIP belum ada calon. Tidak mungkin PDIP mencalonkan Atut,” jelas sumber itu tanpa mau disebut namanya.

Perempuan Tani Bagi Marissa, kekuatan perubahan di Provinsi Banten adalah pemberdayaan masyarakat khususnya wong cilik kaum tani pedesaan. Untuk itu, perempuan tani harus menjadi pelopor dalam pemberantasan buta huruf dan pendidikan di pedesaan. “Kaum perempuan tani sangat rajin bekerja, mereka tidak mencuri atau pergi melacur, walau miskin dan menanti kematian. Aku sampai speechless. Kita harus membuat perempuan desa cerdas dan menjadikan seluruh rakyat gemar membaca agar dunia berada dalam genggaman. Hanya rakyat Banten yang dapat menyelamatkan masa depan provinsi ini. Seperti dalam Al-Qur’an, jadilah burung ababil yang menghancurkan pasukan gajah yang mengancam Makkah,” jelasnya. Menurutnya, pembangunan di Banten jangan sampai menghancurkan lingkungan hidup. Justru ibu rumah tangga harus menjadi pelopor untuk mengumpulkan sampah, memilah, dan mengolahnya menjadi pupuk. “Kita sedang menyiapkan kerja sama dengan IPB untuk pengolahan sampah yang diekstrak untuk menjawab kelangkaan pupuk bagi pertanian. Sampah nonorganik dapat didaur ulang oleh industri besar. Ini juga akan membantu mengatasi ketidakseimbangan ekosistem yang mendatangkan penyakit. Jangan lagi Banten dikenal sebagai daerah busung lapar dan penuh polio yang identik dengan kemiskinan,” lanjut lulusan S3 Lingkungan Hidup IPB yang disertasinya tentang Zero Waste Philosophy ini.

Bersama usaha kecil menengah (UKM) dan kaum tani, Marissa berharap dapat membangun kembali ekonomi rakyat yang nantinya berbasis koperasi. Untuk para pengusaha, pemerintah seharusnya tidak memperberat dengan pajak, apalagi Banten terkenal dengan setoran di muka 30% kepada preman. “Untuk itu, hukum harus ditegakkan dengan menggunting pembodohan pada rakyat, dan mengaktifkan rakyat dalam berpolitik. Rakyat yang selama ini tinggal dalam pembodohan dan ketakutan harus bangkit karena semua ini demi masa depan Banten yang lebih baik. Bisa dibayangkan, sebuah provinsi yang bertetangga dengan Jakarta dengan pusat industri seperti Tangerang, tetapi rakyatnya tinggal dalam kegelapan. Itulah Banten!” katanya.

Senada dengan Marissa, Ketua Jurusan Ilmu Politik Universitas Tirtayasa, Banten, Maruli Hendra Utama menjelaskan Banten seharusnya berperan penting sebagai penyangga ibu kota. Untuk itu dibutuhkan seorang pimpinan yang benar-benar dapat mengelola Banten, selama ini belum ada kemajuan signifikan di Banten. Sebagian besar industri di Banten tidak memberikan kontribusi bagi daerah-daerah nonindustri, korupsi merajalela, premanisme tinggi karena hukum tidak dipatuhi. “Dibutuhkan seseorang yang dapat merasakan penderitaan rakyat, yang mempu mengajak mereka untuk keluar dari kegelapan panjang,” jelasnya kepada SH.Kemiskinan di Banten, menurutnya, mendekati 80% dari total penduduk. Pada tahun 2006, Banten memperoleh anggaran sebesar Rp 5,2 triliun atau naik 46% dibanding 2005, yang terdistribusi untuk kantor daerah 27,25 persen, tugas perbantuan 3,52%, dekonsentrasi 15,4%, dana alokasi umum (DAU) 51,92%, serta DIPA dana alokasi khusus nondana reboisasi 1,91%. “Kalau pucuk pimpinan Banten tidak mampu memberantas korupsi, semua dana di atas akan tenggelam lagi ke kantong pribadi dan Banten semakin gelap. Pilkada seharusnya menjadi gerbang perubahan bagi nasib rakyat Banten,” kata Maruli.

Copyright © Sinar Harapan 2005

Allah Maha Segalanya Tak Ada yang Lainnya: Marissa Haque & Ikang Fawzi

Video Tahun 2008, Diambil dari youtube.com tentang Malaikat yang Turun ke Atas Kabah di Mekkah (Semoga Video Ini Benar Adanya)

Dukungan Karya Bagi Indonesia: Ikang Fawzi untuk Marissa Haque

Dukungan Suamiku Ikang Fawzi untuk Melakukan Karya Bagi Indonesia: Marissa Haque Riset Illegal Logging di Riau